Krama Desa Adat Kelecung mendatangi PN Tabanan untuk menghadiri sidang gugatan sengketa tanah, Senin (14/8). (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Massa dari Desa Adat Kelecung, Desa Tegal Mengkeb, Kecamatan Selemadeg Timur kembali mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Senin (14/8). Kedatangan massa ini terkait agenda pembacaan gugatan atas sengketa lahan di Pura Dalem Desa Adat Kelecung, setelah tiga kali proses mediasi mengalami jalan buntu.

Sebelum menuju ke Pengadilan Negeri Tabanan, massa berkumpul di depan areal Taman Makam Pahlawan (TMP) Pancaka Tirta sekitar pukul 10.00 WITA. Dikomandoi Perbekel Tegal Mengkeb, Dewa Made Widarman beserta sejumlah tim kuasa hukum, massa berpakaian adat madya ini selanjutnya menuju gedung kantor PN Tabanan yang sudah mendapatkan penjagaan dari kepolisian Polres Tabanan.

“Kami bukan gerombolan penjahat, kami datang ke sini (Pengadilan) untuk meminta aparat penegak hukum memberikan keadilan yang seadil-adilnya, karena memang lahan itu milik desa adat apalagi Pura digugat oleh perorangan, apa jadinya,” ucapnya.

Baca juga:  Dari Mabuk-mabukan akan Diangkut Polisi hingga Manfaat Arak Bali

Apalagi, kata Widarma, Pemerintah sedang getol mempertahankan adat itu sendiri. “Kami pertegas lagi, bahwa lahan itu sudah sejak zaman nenek moyang adalah milik Desa Adat Kelecung,” tegasnya.

Saat proses pensertifikatan lahan dalam program PTSL, baik desa adat maupun pihak penggugat bersama-sama membuat sertifikat. “Saya selalu perbekel tahu persis permasalahan itu, waktu PTSL pihak penggugat bersama Desa Adat Kelecung bersama sama membuat sertifikat melalui PTSL. Waktu itu tidak ada gugatan mengapa setelah terbit sertifikat baru digugat,” tegasnya.

Usai pembacaan gugatan, kuasa hukum tergugat, Gusti Ngurah Putu Alit Putra mengatakan tahap selanjutnya adalah tergugat memberikan tanggapan atau jawaban atas gugatan melalui sidang online yang rencananya akan digelar pada 28 Agustus. Selanjutnya, akan bertemu lagi dalam sidang pada awal September. “Pokok gugatan yang dibacakan tadi, mereka mengklaim tanah yang telah bersertifikat Pura Dalem bagian dari tanah mereka. Padahal sama-sama terbit sertifikat di tahun 2017,” ucapnya.

Baca juga:  Enam Kabupaten Catatkan Tambahan 1 Digit Kasus COVID-19

Sementara itu Kuasa Hukum Penggugat, AA Sagung Ratih Maheswari, SH menyampaikan proses pengajuan penerbitan sertifikat tanpa alas yang benar. Ia meyakinkan bahwa tanah sengketa tersebut adalah tanah waris milik almarhum Gusti Ketut Bagus.

Bahwa terhadap formulir PTSL yang dipakai sebagai persyaratan permohonan pensertifikatan “Tanah Sengketa” adalah Surat yang direkayasa oleh tergugat seolah-olah tanah itu sudah dikuasai oleh tergugat lebih dari 20 tahun akan tetapi kenyataannya tidak pernah dikuasai oleh pihak manapun, kecuali dikuasai oleh Jero Marga (kerabat para penggugat) sebagai pemilik, terbukti dari SPPT sampai pembayaran terakhir pada 2022 masih atas nama I Gusti Ketut Bagus, alamat Jero Marga.

Baca juga:  SMP Negeri di Denpasar Hanya Tampung 3.636 Lulusan SD, Sepuluh Ribuan akan Masuk Swasta

Untuk diketahui, sengketa ini ada sejak 2017 silam. Saat itu, sertifikasi lahan antara Desa Adat Kelecung dengan penggugat dari Jero Marga bersamaan prosesnya.

Lahan yang menjadi sengketa luasnya sekitar 27,8 are. Bahkan, pihak penggugat sempat menempuh upaya pidana dengan melaporkan para tergugat ke polisi.

Namun dalam perkembangannya, penyidikan tersebut dihentikan. Dalam sengketa ini tergugatnya adalah pengurus Pura Dalem Desa Pekraman Kelecung, I Ketut Siada, I Wayan Arjana, dan kantor ATR/BPN Kabupaten Tabanan. Sementara penggugatnya dari Jero Marga. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN