Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Provinsi Bali pada 4 Mei 2023 dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 62, maka setiap warga masyarakat Bali dianggap sudah mengetahui dan harus mematuhi Undang-Undang ini. Demikian ketentuan perundangannya. Dalam UU-RI Nomor 15 Tahun 2023 yang terdiri atas 12 Pasal di dalam 3 (tiga) Bab tersebut, termaktub karakteristik Provinsi Bali yang menjadi dasar penyelenggaraan pembangunan Provinsi Bali dengan pendekatan tematik, menyeluruh serta terintegrasi antara alam, manusia, dan kebudayaan dalam satu kesatuan wilayah, pola, dan tata kelola.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5, karakteristik Provinsi Bali terdiri atas dua hal. Pertama, Tri Hita Karana, yang merupakan filosofi masyarakat Bali mengenai tiga penyebab kebahagiaan, yaitu sikap hidup yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, antar sesama manusia, dan antara manusia dengan lingkungannya berdasarkan pengorbanan suci (yadnya). Kedua, Sad Kerthi, yang merupakan nilai kearifan lokal masyarakat Bali sebagai upaya untuk penyucian jiwa (atma kerthi), penyucian laut beserta pantai (segara kerthi), penyucian sumber air (danu kerthi), penyucian tumbuh-tumbuhan (wana kerthi), penyucian manusia (jana kerthi), dan penyucian alam semesta (jagat kerthi).

Baca juga:  Hedonisme dan Kecenderungan Korupsi

Terkait dengan hal tersebut. Masyarakat Bali meyakini bahwa sumber kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan adalah keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, antar sesama manusia, dan dengan alam lingkungannya. Filosofi dan kearifan lokal ini harus terus dipelihara, dikembangkan, dan dilestarikan secara berkelanjutan oleh masyarakat Bali. Undang-Undang ini juga untuk menjawab kebutuhan hukum masyarakat Bali, terutama dalam memelihara kebudayaan yang bersumber dari adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal yang merupakan bagian dari kekayaan nasional yang harus terus dipelihara; baik oleh masyarakat maupun negara.

Provinsi Bali saat ini memang menghadapi permasalahan kebudayaan yang mencakup adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal yang terus mengalami kemunduran dari segi jumlah dan kualitas kelembagaan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, serta sistem nilai dan pranata budayanya. Di sisi lain, penyelenggaraan pembangunan Bali juga belum sepenuhnya menjamin keajegan nilai budaya, adat istiadat, aura (taksu) Bali, dan kearifan lokal sebagai jati diri masyarakat Bali. Hal ini terlihat dari belum sepenuhnya ada komitmen politik, serta dukungan legislasi dan anggaran yang masih kurang berpihak pada pemajuan kebudayaan Bali.

Baca juga:  Menghidupkan Desa Pancasila

Melalui UU-RI Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Provinsi Bali ini akan diperoleh penyempurnaan dasar hukum, penyesuaian cakupan wilayah, pengakuan karakteristik Provinsi Bali, serta kontribusi masyarakat dan negara dalam memberikan penguatan pemajuan kebudayaan serta desa adat Bali. Sebagaimana Pasal 6 yang menegaskan bahwa dalam wilayah Provinsi Bali terdapat desa adat dan subak yang diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali. Desa adat dimaknai sebagai kesatuan masyarakat adat Bali yang memiliki struktur kelembagaan tersendiri. Sementara subak disebut sebagai organisasi tradisional di bidang tata guna air yang bersifat sosioagraris.

Baca juga:  Bahasa Lawak (Bali) Jangan Kasar

Pendulum kebudayaan Bali bak menemukan arahnya dengan kehadiran UU Provinsi Bali ini. Provinsi Bali menjadi harus semakin memperhatikan potensi daerah dalam berbagai bidang kekayaan budaya, kearifan lokal, kondisi geografis dan demografis. Serta tantangan dan dinamika masyarakat yang dihadapi; dalam tataran lokal, nasional, dan internasional. Pada kelanjutannya semua bergantung kepada para pemangku kebijakan dan masyarakat Bali, dalam menggenggam dan menggunakan Undang-Undang Provinsi Bali tersebut sebagai panduan dan pedoman dalam membangun Bali di masa depan. Tentu kita semua berharap tercapainya kesejahteraan masyarakat Provinsi Bali dalam bingkai NKRI.

Penulis, Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar

BAGIKAN