Ni Putu Sukarini. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Pantai Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, yang viral di media sosial (Medsos) lantaran tarif parkir mahal terungkap masih menunggak pajak. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung mencatat tunggakan pajak yang belum terbayarkan sejak awal 2023.

Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung Ni Putu Sukarini saat dikonfirmasi Senin (21/8) membenarkan adanya tunggakan pajak itu. Parkir Pantai Berawa telah terdaftar sebagai wajib pajak sejak 1 Juni 2022. “Ada tunggakan dari Januari sampai sekarang, jadi sekitar Rp 60 juta,” ujarnya.

Baca juga:  Potongan Antara Langit dan Bumi! DPRD Usul Perpres Harga Satuan Regional Dievaluasi

Menurutnya, pihaknya telah melayangkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) kepada pihak pengelola parkir Pantai Berawa. Terkait pajak yang dilaporkan di kisaran Rp 5 juta hingga Rp 14 juta. “Saat ini kami di Bapenda juga sudah melakukan upaya penagihan dengan menerbitkan STPD,” katanya.

Kadishub Kabupaten Badung, A.A. Ngurah Rai Yuda Darma mengatakan pihaknya telah melakukan monev terkait parkir di Pantai Berawa. Hasil koordinasi pengelolaan parkir di Berawa bukan menjadi wewenang Dishub Badung. Sebab, pihaknya hanya mengelola retribusi parkir.

Baca juga:  Tutupi Kehilangan Pajak PBB, Bapeda "Buru" WP Baru

“Perihal parkir di Berawa itu kategori pajak parkir. Pengelola ada perjanjian kerja sama untuk pajak parkir, jadi silahkan konfirmasi dengan Bapenda. Sebab, kami di Dishub mengelola retribusi parkir, beda ranahnya,” tegasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Badung, Wayan Adi Arnawa, meminta dinas terkait, yakni Dinas Perhubungan (Dishub) turun ke lapangan menindaklanjuti keluhan tersebut. “Mohon maaf yaa … logikanya kan ada ketentuan yang sudah mengatur apakah tarif parkir, retribusi parkir. Saya sudah minta Pak Kadishub segera cek itu ke lapangan,” ujarnya.

Baca juga:  Warga Desa Adat Tanjung Benoa Biasakan Memilah Sampah Sebelum Dibuang

Birokrat asal Pecatu, Kuta Selatan ini tak menampik adanya sejumlah kawasan yang menerapkan tarif parkir secara eksklusif lantaran pelayanan yang diberikan. “Kalau kita liat regulasi, orang boleh membangun kawasan parkir pribadi, namun ada hitung-hitungan. Seperti dia harus nyetor kewajiban pajak 30 persen penerimaan bruto,” tegasnya.

Hanya saja terkait penerapan tarif parkir progresif, Adi Arnawa mengakui belum mengetahui secara pasti regulasi yang mengatur. “Kadang-kadang ada penerapan progresif, kita tetap berikan asalkan menyetorkan ke kita 30 persen,” ujarnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN