Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Jansen Avitus Panjaitan. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Polisi masih mengusut penyebar video hoax pembegalan di Taman Pancing, Denpasar Selatan. Hasil penyelidikan sementara Subdit Cyber Ditreskrimsus Polda Bali, pemilik akun Kenyem Masem yang menyebarkan video tersebut terlacak.

Lokasinya ada di luar Bali. Hingga saat ini pelakunya masih diburu. “Setelah kami cek ternyata pemilik akun itu di luar daerah (Bali). Lokasinya juga bukan di Bali. Makanya video itu hoax,” tegas Kasubdit V (Cyber) Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Nanang Prihasmoko, Selasa (22/8).

Baca juga:  Diproses Hukum, Oknum Perwira Polda Bali Diduga Selingkuh

Meski pemilik akun berada di luar Bali, kata AKBP Nanang, pihaknya masih melakukan pelacakan keberadaannya. Di samping itu pihaknya juga memastikan lokasi kejadian itu sebenarnya. “Kalau pelakunya sudah ketangkap baru bisa diketahui motif penyebaran video itu,” ungkapnya.

Sedangkan Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Jansen Avitus Panjaitan mengatakan, postingan akun Kenyem Masem awalnya masuk ke group Facebook Layangan Pengambun Bali. Postingan tersebut menginfokan adanya kejadian begal dan akan ada sidak di areal Taman Pancing, Pemogan, Denpasar Selatan.

Baca juga:  Pengiriman Ribuan Pil Koplo Lewat Paket Bus Digagalkan

“Hasil penyidikan anggota Polda Bali dengan Polresta Denpasar bersama jajarannya, kejadian yang cukup meresahkan masyarakat tersebut tidak ada alias hoax,” tegasnya.

Saat ini Tim Cyber Polda Bali sedang melakukan penyelidikan pemilik akun Kenyem Masem di Facebook tersebut. “Kami mengimbau agar masyarakat lebih bijak dalam memilah informasi dan tidak dengan mudah memposting di medsos informasi yang belum tentu kebenarannya atau hoax,” ujar mantan Kapolresta Denpasar ini.

Jika hal itu dilanggar, menurut Jansen, maka dapat berurusan dengan masalah hukum karena melanggar Pasal 45A ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE disebutkan setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Baca juga:  WNI Diduga Terkait ISIS Dibina di Jakarta

“Apabila menemukan kejadian-kejadian seperti postingan tersebut, kami minta agar langkah yang paling tepat melaporkan kepada pihak Kepolisian terdekat supaya segera ditindaklanjuti,” tutupnya. (Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN