Manggala Utama Paiketan Krama Istri (PAKIS) MDA Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster menggelar Tresna lan Punia PAKIS Bali, di Wantilan Widya Mandala Utama Desa Adat Dalung Kabupaten Badung, Senin (28/8). (BP/Ist)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Manggala Utama Paiketan Krama Istri (Pakis) Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster menyerahkan 150 paket bantuan kepada lansia, penyandang disabilitas, ibu hamil, krama istri, pecalang hingga yowana di Kabupaten Badung. Bantuan tersebut diserahkan oleh pendamping orang nomor satu di Bali tersebut saat menghadiri kegiatan Tresna lan Punia Pakis Bali, di Wantilan Widya Mandala Utama, Desa Adat Dalung, Kabupaten Badung, Senin (28/8).

Selain itu, juga diserahkan bantuan berupa 500 bibit tanaman cabai oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, serta 100 bibit pohon produktif oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. Kegiatan Tresna lan Punia Pakis Bali di Kabupaten Badung menjadi penutup rangkaian kegiatan Tresna lan Punia yang sebelumnya telah dilaksanakan secara berkesinambungan di 8 kabupaten/kota lainnya di Bali.

Manggala Utama Pakis Bali, Ny. Putri Koster, menyampaikan bahwa Pakis Bali tepat di Bulan September ini telah memasuki usia 3 tahun semenjak dikukuhkan tahun 2020. Dijelaskan bahwa keanggotaan Pakis Bali merupakan ex-officio dari jabatan suami yang melekat sebagai Jero Bendesa. Sebagai contoh, Pakis MDA Kabupaten Badung adalah istri dari para Jero Bendesa Adat di Kabupaten Badung.

Baca juga:  Bupati Giri Prasta Dukung Pemanfaatan Energi Terbarukan

Di sisi lain, wanita yang akrab disapa Bunda Putri ini menjelaskan bahwa karena kepengurusan yang baru pertama kali terbentuk, maka khusus untuk Manggala Utama Pakis Bali saat ini masih belum ex-officio. Namun, ke depannya ia meminta di kepengurusan selanjutnya dapat juga ex-officio sehingga yang akan menjadi Manggala Utama Pakis Bali adalah istri dari Jero Bendesa Agung MDA Bali. “Sebenarnya beban di saya karena menjadi ketua di dua organisasi saja, yaitu Ketua PKK Provinsi Bali dan Ketua Dekranasda Provinsi Bali saja sudah berat. Tapi untuk kepentingan Bali, baik saya laksanakan sana,” kata Ny. Putri Koster.

Ia juga menjelaskan bahwa tidak hanya Tresna lan Punia, Pakis MDA Bali juga aktif memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan adat, tradisi dan seni budaya melalui berbagai media. Yang menjadi sorotan olehnya adalah keberadaan tari-tari wali (sakral), seperti Tari Rejang yang tidak sesuai lagi dengan pakem aslinya. “Banyak Tari Rejang yang ditarikan kemana-mana, patutkah seperti ini? Kalau tidak patut mari kembalikan seperti dulu,” tandas Bunda Putri.

Baca juga:  APINDO Keberatan Hukum Adat Masuk Dalam RKUHP

Ia juga meminta agar hal ini dapat di FGD-kan oleh instansi terkait untuk dapat diinventarisasi termasuk dengan pakemnya sesuai dengan desa kala patra.

Ny. Putri Koster berpesan agar krama Bali dapat bersinergi dengan pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Bali untuk menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Seperti, Peraturan Gubernur mengenai pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai dan Peraturan Gubernur tentang pengelolaan sampah berbasis sumber. Ia meminta krama adat dalam persembahyangan agar tidak lagi menggunakan plastik. Begitu juga dengan sampah. Ia meminta agar krama dapat bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan. “Jangan sampai meninggalkan akebis (sedikit,red) pun sampah di pura,” pesan Bunda Putri.

Bunda Putri menanggapi bijak mengenai krematorium yang dewasa ini mulai menjamur di masing-masing daerah di Bali. Menurutnya, tidak ada yang bisa disalahkan mengenai hal tersebut.

Masing-masing kelompok memiliki pandangan dan kepentingannya sendiri. Namun yang pasti menurutnya hal tersebut dapat diantisipasi jika desa adat dapat mengelola pelaksanaan upacara pitra yadnya dengan lebih baik.

Seperti dengan modernisasi “pamuunan” (tempat pembakaran jenazah) agar terlihat lebih manusiawi. Karena menurutnya tak ayal proses tersebut masih menimbulkan kengerian tersendiri bagi sebagian orang khususnya bagi masyarakat luar Bali.

Baca juga:  Mengembalikan Pariwisata Budaya

Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya menyampaikan mengenai peran desa adat dalam upaya pelestarian adat, tradisi dan seni budaya Bali. Menurutnya, desa adat merupakan salah satu bentuk warisan dari leluhur masyarakat Bali yang telah ada sejak dahulu, bukan dibentuk oleh negara.

Dan melalui desa adat inilah adat, seni dan tradisi Bali yang saat ini bahkan menjadi roh-nya pariwisata di Bali berkembang. “Kalau tidak ada desa adat tidak ada Bali,” ungkapnya mengutip kata-kata Gubernur Bali saat membuka Pesamuhan Agung IV MDA Bali di Wantilan Pura samuan Tiga, Gianyar.

Hal serupa disampaikan oleh Bendesa Madya MDA Kabupaten Badung, Anak Agung Putu Sutarja yang menyampaikan bahwa hanya di kepemimpinan Gubernur Koster inilah desa adat di Bali mulai diperhatikan terlebih dengan adanya Perda Nomor 4 Tahun 2029 tentang Perlindungan Desa Adat di Bali dan UU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pemerintah Provinsi Bali yang menurutnya memperkuat ruang desa adat di tatanan pemerintahan. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN