DENPASAR, BALIPOST.com – Akal-akalan busuk dengan meminjam bendera perusahaan dalam proyek pemerintah kembali dibongkar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Senin (4/9). Yakni, dalam korupsi pengadaan rumbing di Jembrana.
Tak pelak, pihak perusahaan pun harus menanggung risiko dan didudukan di kursi pesakitan atas tuduhan ikut terlibat dalam lingkaran korupsi. Duduk sebagai terdakwa dalam korupsi rumbing itu adalah dua rekanan yang nama perusahaanya terlibat dalam kasus rumbing. Yakni terdakwa I Ketut Wardana dan Ni Kadek Wardani.
Keduanya di hadapan hakim tipikor yang diketuai Heriyanti, diperiksa sebagai terdakwa. Pertama yang diperiksa adalah Wardani.
Oleh JPU dari Kejari Jembrana, terdakwa ditanya soal CV-nya. Yakni CV Putra Cahaya Dewata. Saksi megakui tidak ada tender, namun perusahaanya ditunjuk langsung walau tidak ada keahlian tentang pembuatan atau service rumbing.
CV Cahaya Dewata ditunjuk oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Jembrana. Walau usaha itu bidang listrik dan perabotan rumah tangga, tapi dipakai terkait pekerjaan rumbing. Dan diakui terdakwa, SIUPP juga tidak sesuai. Namun demikian, dalam proyek ini dapat Rp 134,3 juta. Lalu dana itu cair atas perintah PPK.
Apakah ada kesepakatan antara CV terdakwa dengan dinas? Apakah ada komisi? Tanya jaksa. Terdakwa Wardani mengaku kesepakatan secara tertulis tidak. Namun setelah dana cair, dia mendapatkan fee Rp 9 juta. Dan itu pun dinilai terlalu besar karena CV itu tidak melakukan pekerjaan apa-apa, hanya dipinjam nama. Dan uangnya kembali diambil. Namun demikian, dalam sidang terdakwa mengaku sudah mengembalikkan kerugian keuangan negara dan dititip pada kejaksaan. Sedangkan Wardana belum mengembalikan.
“Ini masih ada waktu lo sebelum tuntutan. Dan jika ada pengembalian, kami pastikan akan dijadikan pertimbangan dalam memutus perkara ini,” jelas hakim Heriyanti pada terdakwa Wardana. (Miasa/Balipost)