DENPASAR, BALIPOST.com – Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024 bisa saja maju. Syaratnya, tahapannya tidak berbenturan dengan pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) pada 14 Februari 2024.
“Tidak ada masalah kalau sepanjang tahapan pilkada itu bisa jalan tidak bertabrakan dengan tahapan pilpres. Kan tidak bisa nanti misalnya sedang pencalonan presiden bertabrakan dengan pencalonan kepala daerah,” kata Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan, di Denpasar, menanggapi wacana yang disampaikan Mendagri Tito Karnavian dan sejumlah stakeholder terkait jadwal penyelenggaraan pilkada serentak 2024 dimajukan.
Lidartawan menyampaikan bahwa pilkada serentak 2024 rencananya digelar pada 27 November. Jika agenda politik itu maju menjadi September bukan hal mustahil karena waktu untuk menyiapkannya tidak sedikit.
“Tidak singkat juga, kan persiapan pilkada bisa mulai dari sekarang. Awalnya rencana November 2023 mulai persiapan, jadinya bisa dimajukan Oktober, sepanjang tidak ada tahapan yang berbarengan,” ujarnya dikutip dari Kantor Berita Antara, Senin (11/9).
Jika demikian, menurut dia, maka tahapan awal pilkada yang masih belum melibatkan banyak pihak dapat segera dimulai, apalagi Bali secara teknis sudah siap mengingat anggaran dari pemerintah daerah sudah disediakan.
Dia menyebut, anggaran Pilkada Gubernur Bali 2024 dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2023 sebesar 40 persen atau Rp62,3 milyar dan pada APBD Tahun Anggaran 2024 sebesar 60 persen atau Rp93,5 milyar, sehingga totalnya sebesar Rp155,9 milyar.
Tak hanya di tingkat provinsi, anggaran pilkada di kabupaten/kota juga sudah disediakan, kata Ketua KPU Bali itu, bahkan berita acara telah ditandatangani tersisa penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
“(Tandatangan) NPHD saja yang direncanakan November atau awal Desember ini supaya dananya tidak kelamaan di KPU karena kan belum mulai tahapan,. Sebenarnya seluruh kabupaten/kota sudah siap tanda tangan karena anggarannya sudah siap,” tuturnya.
Selain dari sisi anggaran yang sudah siap, kata dia, rangkaian rekrutmen badan adhoc seperti PPK, PPS, hingga KPPS juga dapat dipotong mengingat posisi tersebut dapat diisi adhoc saat pemilihan presiden dan legislatif.
Sebab, menurut dia, memanfaatkan badan adhoc yang sama juga bisa dilakukan sekalipun pilkada tak dimajukan, namun perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja mereka.
“Sepanjang itu sudah dari KPU RI pasti sudah diperhitungkan tahapannya, jangan sampai nanti tahapan pemilu belum selesai, pilkada kan tidak bisa jalan. Tapi kalau sudah KPU RI menyatakan bisa pasti kita lakukan karena kita cuma teknis penyelenggara tidak ada masalah,” kata Lidartawan.
Dia juga menilai apabila pilkada tak dimajukan, selama ini pemilihan di Bali tidak pernah diwarnai sengketa, sehingga diperkirakan dapat menjalani pelantikan sesuai tahapan.
“Biasanya di Mahkamah Konstitusi, bisa jadi ada perselisihan hasil pemilu kemudian ada pemungutan suara ulang, pemilihan ulang, tergantung kasus tapi kalau di Bali lancar dan aman-aman saja,” tuturnya. (Kmb/Balipost)