Ketua LMKN Dharma Oratmangun (dua kiri) saat menjelaskan tentang target royalti yang akan dihimpun di Bali, Senin (11/9). (BP/may)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menargetkan penghimpunan royalti dari penggunaan karya cipta lagu dan musik sebesar Rp32 miliar di Bali. Untuk itu, LMKN menyasar perusahaan di bidang pariwisata, diantaranya hotel dan restoran. Demikian disampaikan Ketua LMKN Dharma Oratmangun, Senin (11/9) di Kuta, Badung.

Dharma mengatakan Bali merupakan barometer pariwisata nasional, sehingga penghimpunan royalti yang jauh panggang dari api akan terus digenjot. Pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke PHRI, BHA dan pelaku usaha pariwisata di Bali.

Menurutnya ada potensi sebesar Rp32 miliar dari royalti karya cipta lagu dan musik di Bali. Potensi tersebut didasarkan perhitungan jumlah usaha di Bali dengan besaran tarif royalti antara Rp2 juta hingga Rp12 juta per tahun.

Baca juga:  Tahun Ini, Tabanan Mulai Terapkan PHR Online

Ia merinci dari, 319 hotel berbintang di Bali, yang sudah membayar royalti baru sebanyak 109 hotel. Sedangkan hotel nonbintang yang jumlahnya 2.695 dengan jumlah kamar 43.000, restoran berjumlah 3.245 dengan jumlah kursi 118 ribu dan yang baru membayar sebanyak 20 restoran. Jumlah pertokoan di Bali sebanyak 386, yang membayar royalti baru 8 pertokoan.

Dharma mengatakan, tahun ini, pihaknya akan melakukan peningkatan ke arah capaian tersebut. Ia juga mendorong adanya LMK-LMK di daerah untuk menumbuhkembangkan ekonomi kreatif berbasis nilai-nilai seni dan budaya.

Baca juga:  169 Hotel dan Restoran Dapat Dana Hibah Pariwisata

“Oleh karena itu, kami mendorong juga agar pemilik karya cipta dan musik di Bali dapat terhimpun sehingga apa yang di-collect dari Bali dapat dibagi kembali untuk pengembangan ekonomi kreatif kepada seniman musik di Bali,” ujarnya.

Saat ini, ia menyebut baru 20 seniman musik dan lagu di Bali yang memberi kuasa ke LMK untuk menghimpun royaltinya. Masih minimnya kesadaran pelaku usaha untuk membayar royalti, dikatakannya tidak menutup kemungkinan akan ada langkah hukum jika sudah mencapai titik tertentu.

Baca juga:  Cegah Potensi Gangguan Pemilu di Medsos

Penggagas pertama Performing Rights Indonesia Enteng Tanamal mengaku menggagas hal ini pada 1987 namun baru terwujud pada 1990. Menurutnya harus ada aturan yang melindungi karya seniman sehingga diterbitkanlah UU Hak Cipta.

Ia menekankan tidak melarang atau membatasi penggunaan lagu untuk pribadi. Namun jika penggunaan lagu untuk kegiatan usaha, diharapkan untuk membayar royalti kepada seniman lagu dan musik.(Citta Maya/balipost)

BAGIKAN