DENPASAR, BALIPOST.com – Perda pungutan wisatawan tahun 2023 telah disahkan awal tahun lalu. Pungutan ini dinilai secara otomatis menyeleksi wisatawan berkualitas ke Bali. Namun, terkait teknis pungutan harus segera dibahas karena akan mulai diberlakukan Februasi 2024.
Resort Manager Pramana Watu Kurung Ketut Sumartono, Selasa (12/9) mengatakan, pungutan wisatawan ini awalnya akan menimbulkan gejolak, namun lama kelamaan wisatawan akan terbiasa. Apalagi pungutan USD 10 cukup mahal bagi wisatawan jika mereka datang tidak sendiri, namun bersama pasangan atau keluarga. “Akan terjadi tambahan budget traveling bagi wisatawan, namun tidak menahan kedatangan, melainkan bisa mengurangi kedatangan atau memperpendek lama tinggal,” ujarnya.
Meski demikian, menurutnya pungutan ini akan menjadikan Bali sebagai destinasi yang berkualitas dengan diiringi wisatawan yang datang adalah wisatawan berkualitas.
“Karena Bali paling murah padahal Bali adalah destinasi sedangkan yang lain bisa jual lebih mahal walaupun belum detinasi. Karena kalau menaikkan harga susah. Sekali harganya jatuh, maka untuk menaikkan harga lagi, susah. Jadi kalau tidak dipaksa begitu, maka Bali akan terus jadi murah,” tandasnya.
Sementara Bali,kata dia, kini tetap menjadi destinasi paling diminati. Sementara yang disebut destinasi seharusnya kualitasnya dibarengi dengan harga yang tinggi. Seharusnya, sesuai hukum ekonomi, dengan tingginya minat wisatawan datang ke Bali, demand-nya banyak, maka harganya pun seharusnya lebih tinggi. “Tapi kenapa justru jadi lebih murah? Peminatnya banyak demand banyak seharusanya harga naik, sesuai dengan hukum ekonomi. Tapi kenyataannya murah-murah,” tukasnya.
Ditambahkannya, dengan disamaratakannya pungutan wisatawan dinilai lebih bagus. Bali akan mendapatkan wisatawan berkualitas. Wisatawan yang telah mengetahui aturan tersebut tentu akan mempersiapkan budget yang lebih, sekaligus menyeleksi wisatawan yang memiliki daya beli yang tinggi yang akan datang ke Bali.
Peneliti Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana I Made Sarjana, mengatakan, SOP atau juknisnya harus segera dibahas dan harus jelas teknis pelaksanaannya agar tidak menjadi bumerang bagi Bali. Selain itu perlu dilakukan evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaannya. Selain itu wisatawan perlu disosialisasikan lebih baik dengan adanya kebijakan baru ini agar dapat mempersiapkan budget ketika telah sampai di pintu masuk Bali.
“Wisatawan harus tersosialisasi dengan baik apa saja yang akan didapat dengan pungutan wisatawan ini, sama halnya ketika datang ke objek wisata, retribusi yang dikenakan telah disertai dengan layanan dan produk apa saja yang akan didapat. Begitu juga dengan pungutan wisatawan ke Bali, wisatawan harus tahu apa saja yang mereka dapatkan, agar mereka merasa aman dan nyaman datang ke Bali,” ujarnya.
Dia mengapresiasi pungutan wisatawan telah berhasil disahkan. sepanjangan niatnya memberdayakan ekonomi dan masyarakat patut diapresiasi. Selain itu perlu evaluasi dan monitoring dalam pelaksanaannya. Beda halnya dengan menuju objek wisata, retribusi yang dikenakan ke wisatawan maka wisatawan akan mendapat layanan baik parkir atau tiket masuk, dll.
Sedangkan pada pungutan wisatawan harus jelas, apa yang akan didapatkan wisatawan. Jika memang untuk pelestarian lingkungan dan budaya maka harus ada sesuatu yang nyata terlihat. “Perlu sosialisasi ke wisatawan agar tidak menjadi bumerang bagi Bali,” ujarnya. (kmb/balipost)