Dr. Putu Anom, M.Par. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pungutan wisatawan mancanegara (wisman) yang berwisata ke Bali sudah sejak lama hanya menjadi wacana. Baru di era kepemimpinan Wayan Koster sebagai gubernur, wacana ini terealisasikan. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk pelindungan kebudayaan dan alam Bali. Selama ini, keuntungan terbesar pariwisata Bali hanya mengalir ke para pemodal industri.

Sedangkan yang langsung untuk menjaga kebudayaan dan alam Bali sangat minim. Demikian disampaikan Akademisi dan praktisi pariwisata saat diminta tanggapan terkait pungutan kepada wisaman yang  berkunjung ke Bali.

Guru Besar Pariwisata Unud, Prof. Drs. I Putu Anom, mengatakan, pungutan wisatawan sudah lama diwacanakan dan baru terealisasi di masa pemerintahan Gubernur Bali Wayan Koster. Sebenarnya sejak 2-3 tahun terakhir telah dilakukan pungutan
yang sifatnya sukarela. Namun, tidak berjalan karena bersifat menggugah kesadaran wisatawan.

Kali ini pungutan akan menjadi hal wajib bagi setiap wisman karena telah ditetapkan melalui undang-undang dan diturunkan melalui peraturan daerah. Diakui Prof. Anom, jika dicermati APBD Bali untuk kebutuhan pelestarian budaya dan alam masih sangat terbatas. Sementara dampak pariwisata terhadap lingkungan alam dan budaya Bali cukup massif.

Baca juga:  Yacht Berbendera Malaysia Terdampar di Pantai Banyuasri

Dibutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menekan dampak negatif dari pariwisata. Di sisi lain, kontribusi wisatawan berupa pajak hotel dan restoran dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan pemerintah provinsi Bali tidak mendapatkan pendapatan langsung dari pariwisata.

Dengan adanya pungutan yang langsung kepada wisman ketika masuk ke Bali, dana untuk pelindungan kebudayaan dan alam Bali lebih banyak tersedia.
Bali yang menjdi tolak ukur kunjungan wisman ke Indonesia. Jika dicermati dari data sebelumnya sumbangan 35-40 persen penerimaan pariwisata nasional, justru lebih banyak masuk ke industri, tidak ke pemerintah. Sehingga keunikan Bali berupaa alam dan
budaya harus dijaga, yang mana memerlukan
dana.

Baca juga:  Pungutan Wisman akan Digunakan untuk Pelestarian Bahasa Bali

Pungutan kepada wisatawan mancanegara (wisman) diharapkan memberi dampak positif bagi pelindungan kebudayaan dan alam Bali. Selain itu juga akan
menjadi bagian dari upaya mewujudkan pariwisata Bali yang berkualitas.

Menurut praktisi pariwisata I Nyoman Sudirga Yusa pungutan kepada wisman akan berdampak pada perubahan animo atau minat para calon traveler untuk
berkunjung ke Bali dibandingkan ke beberapa negara tujuan wisata lain di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Sudirga menyarankan agar pungutan wisman yang diberlakukan awal 2024,
diharapkan agar di-bundling dengan visa on arrival (VoA).

Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada kesan masuk Bali banyak pungutan. Selain itu, menurutnya sangat diperlukan efektivitas, transparansi penggunaan dana pungutan ini serta laporan secara berkala kepada masyarakat luas. Meski demikian, untuk menuju pariwisata berkualitas menurutnya perlu kebijakan yang komprehensif dari tingkat pusat, termasuk pemberlakuan biaya visa masuk ke Indonesia.

Baca juga:  Ny. Putri Koster Puji Pemkab Bangli Berhasil Kembangkan Jeruk Varietas Baru

“Kalau mesti free visa, berarti jumlah yang akan masuk tambah banyak dan sulit untuk dilakukan filtering pada para wisatawan yang masuk ke Indonesia, termasuk ke Bali nantinya,” ujarnya.

Hal serupa disampaikan praktisi pariwisata lainnya, Ketut Sumartono. Menurutnya, pungutan kepada wisman akan menjadi bagian dari upaya mewujudkan
pariwisata berkualitas. Selama ini pariwisata Bali dinilai harganya relatif lebih murah dibandingkan negara lain.

Padahal Bali merupakan destinasi wisata kelas dunia. “Seharusnya Bali bisa dijual lebih mahal dibandingkan yang sekarang ini. Dengan adanya pungutan akan ada pengaruhnya bagi upaya mewujudkan pariwisata
berkualitas,” katanya. (kmb/balipost)

BAGIKAN