DENPASAR, BALIPOST.com – Keberadaan pasar tradisional masih menjadi tujuan utama masyarakat untuk membeli kebutuhan pokok. Namun demikian, bukan berarti pasar tradisional atau pasar rakyat ini tanpa masalah.
Belakangan, mengemuka sejumlah persoalan yang dihadapi pengelola maupun pedagang yang berjualan di pasar tradisional. Terutama saat terjadi pandemi Covid-19 awal tahun 2020 dan berdampak hingga kini.
Keadaan ini bisa dilihat di dua pasar tradisional besar di Denpasar, yakni Pasar Badung dan Pasar Kereneng. Kedua pasar ini memiliki persoalan banyaknya kios yang kosong.
Ini menunjukan aktivitaspasar tradisional pascapandemi Covid-19 belum benar-benar pulih. Sejumlah pedagang yang berjualan mengeluhkan sepinya pembeli. Terutama bagi pedagang yang memiliki los atau kios di lantai atas.
Di Pasar Badung, beberapa kios dan los di lantai 3 dan 4 banyak yang kosong ditinggal pedagang. Sepinya pembeli diakui salah seorang pedagang di pasar tersebut. Pedagang yang tidak mau disebutkan namanya tersebut mengaku jarang dapat berjualan. Karena itu, pihaknya merasa rugi dengan biaya yang harus mereka bayarkan untuk biaya sewa dan BOP atas kios yang mereka sewa.
Pedagang tersebut mengakui kondisi sepi pembeli sudah terjadi sejak mereka pindah dari Pasar eks. Tiara Grosir di Jalan Cokroaminoto. Belum lagi, setelah itu terjadi pandemi Covid-19, keadaan bertambah sepi. Hingga kini, belum juga pulih.
Kondisi serupa juga terjadi di Pasar Kereneng. Di pasar ini banyak kios yang kosong. Terutama di lantai 2 yang tingkat keterisiannya cukup kecil. Di lantai ini hanya ada 20 persen yang terisi. Selebihnya masih kosong.
Sedangkan di Lantai 1 dan 3 jumlah yang terisi cukup banyak. Ada sekitar 95 persen kios dan los di dua lantai tersebut yang sudah terisi pedagang. Artinya, tetap masih ada kios yang kosong sekitar 5 persen. “Ke depan kita akan minta pedagang di luar untuk ke dalam,” ujar Dirut Perumda Pasar Sewakadarma, I.B. Kompyang Wiranata, belum lama ini.
Menyikapi kekosongan kios di sejumlah lantai tersebut, pihaknya menilai perlu ada sinkronisasi antara Perumda Pasar dengan stakeholder terkait. Rencananya, pedagang pelataran yang ada di area pasar juga akan dinaikan. Namun, bila kebijakan ini dilakukan, masih tetap ada pedagang di luar pasar. “Ini kendalanya,” ujarnya.
Sedangkan untuk di Pasar Badung, Kompyang Wiranata mengatakan, sebenarnya pedagang saat ini sudah diberikan keringanan biaya sewa. Semestinya mereka bayar Rp300 ribu per bulan sesuai dengan kajian yang dilakukan Unud. Namun kini pedagang hanya bayar Rp 175 ribu.
Ditambah biaya operasional pedagang (BOP) Rp 7.500 kali 30 hari menjadi total yang harus dibayar pedagang adalah Rp400 ribu per bulan. “Mudah-mudahan dengan selesainya renovasi Pasar Kumbasari akan berdampak ke Pasar Badung,” harapnya.
Sebelumnya ia membenarkan adanya kios dan los kosong di Pasar Badung. Dia mengungkapkan jumlahnya mencapai 50 persen dari jumlah pedagang di lantai 3 dan 4. Sedangkan lantai 2 dan 3 masih penuh terisi.
Dia menuturkan, banyak pedagang yang relokasi ke Pasar Lokitasari pascakebakaran terdahulu belum kembali lagi ke Pasar Badung. “Jika pedagang tersebut kembali suasana akan ramai lagi,” katanya.
Demikian dikatakannya, kekosongan ini tidak hanya terjadi di Pasar Badung saja. Beberapa pedagang di pasar lainnya, seperti Pasar Kumbasari, Pasar Satria dan Pasar Kereneng juga ada yang telah mengembalikan tempat berjualan. (Asmara Putera/Balipost)