DENPASAR, BALIPOST.com – Pungutan bagi wisatawan sebesar USD 10 akan diberlakukan pada 14 Februari 2024. Namun sebelum peraturan tersebut diberlakukan, sosialisasi massif penting dilakukan agar tak menimbulkan efek kejut bagi wisatawan mancanegara.
Pelaku usaha biro perjalanan I Ketut Ardhana, Kamis (28/9) mengatakan, sepanjang kebijakan baru ini disosialisasikan lebih awal tidak akan memberikan efek yang signifikan terhadap pariwisata Bali. Hal itu karena isu pungutan ini sudah cukup lama berhembus
“Sepanjang segera disosialisasikan kepada semua pihak yang terkait maka akan mendatangkan wisatawan berkualitas ke Bali khususnya,” ujarnya.
Sosialisasi dapat dilakukan biro perjalanan wisata atau travel agen di Bali. Sebab, mereka selalu berkomunikasi dengan tour operator dari luar negeri, yang akan mengirimkan tamunya ke destinasi di Bali.
“Mereka jauh-jauh hari perlu dan paham tujuan dan sebagainya karena di luar negeri tour operator itu berpromosi, berjualan. Pada saat itu para calon wisatawan mengetahui apa-apa saja aturan di destinasi, jadi tidak bisa dadakan datang. Kalau sekarang benar-benar melakukan sosialisasi, itu saya pikir tidak menjadi persoalan karena tujuan pungutan USD 10 sudah dijelaskan, baik untuk kepentingan (penanganan, red) sampah maupun budaya,” jelasnya.
Pungutan seperti ini, disebutnya, bukan hal baru di dunia pariwisata. Sebab, di negara lain pun ada beberapa yang sudah memberlakukan itu. “Dan kebetulan saya mengalami waktu ke Dubai tahun 2017, saya dipungutin USD 11. Tentu pungutan itu dimanfaatkan untuk kenyamanan wisatawan, kebersihan. Sedangkan kalau di sini untuk pelestarian budaya, menjaga alam, kebersihan, keamanan,” imbuhnya.
Meski demikian, yang paling penting, agar peraturan ini berlanjut adalah pemungutan dan pemanfaatannya harus transparan.
Sedangkan Sekretaris Asita Bali I Nyoman Subrata Bedira mengatakan Pemprov Bali perlu membuat suatu regulasi yang kuat mengenai retribusi tiket masuk agar tidak ada lagi pungutan, seperti pungutan perairan Rp 100 ribu, rencana pungutan wisatawan Rp 150 ribu, belum lagi pungutan yang dikelola oleh badan swasta di destinasi wisata.
“Kami menawarkan solusi dalam jangka pendek, Pemrov Bali bekerja sama, berkoordinasi dengan kabupaten/kota agar menarik pungutan 1 pintu yaitu masuk ke Bali. Misalnya hanya Rp 1 juta, tapi wisatawan masuk ke semua destinasi wisata, baik itu ke Badung, Denpasar, Gianyar dan kabupaten lain. Sehingga wisatawan tidak direpotkan dengan berbagai pungutan,” ujarnya.
Dengan cara itu, selain memberi kenyamanan pada wisatawan juga dapat mengurai kemacetan. Sebab, para wisatawan dapat secara merata mengunjungi berbagai destinasi di Bali, tidak hanya berpusat di satu lokasi.
Pemerataan ekonomi pun akan terjadi di kabuapten/ kota yang saat ini belum mendapatkan kue pariwisata. “Pembagian proporsional bisa dilakukan. Kalau Badung misalnya menyumbang berapa persen, lalu berapa persen dia mendapatkan dari tiket satu pintu ini. Inilah sejatinya hal-hal yang mampu mengurai kemacetan,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)