MANGUPURA, BALIPOST.com – Prof. Dr. I Wayan Edi Arsawan, S.E, M.M (41) merupakan guru besar termuda di politeknik se-Indonesia. Ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Politeknik Negeri Bali pada Selasa (3/10) di kampus setempat.
Ia pun mengaku bangga dan bersyukur bisa menjadi guru besar di usia yang terbilang muda. “Itu adalah anugerah buat saya. Saya harus berkinerja lebih baik. Mendarmabaktikan semua ilmu saya pada kampus,” ujarnya didampingi istri tercinta, Dr. Ni Putu Santi Suryantini.
Ditanya kesannya menjadi guru besar di usia muda, ia mengaku ingin mengubah stereotipe bahwa seorang professor itu adalah mereka yang sudah berumur.
“Saya ingin mengubah stereotipe bahwa profesor itu sudah berumur. Namun, tentunya untuk meraih ini, harus dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa,” jelasnya.
Ia merupakan guru besar di bidang Strategic Human Resources Management atau Manajemen Sumber Daya Manusia . Pria asli Penebel, Tabanan ini menempuh pendidikan S1 hingga S3 di Universitas Udayana. “Saya bersyukur karena ini adalah rangkaian dari kerja keras,” ungkap pria yang juga aktif mengajar di 39 universitas yang ada di 9 negara itu.
Terkait kualitas SDM Bali, ia mengatakan harus ditingkatkan, baik itu hard maupun soft skill-nya. Sebab, Bali memiliki SDM yang hebat hanya saja pemetaannya dinilai belum komplit. “Apalagi di society era 5.0, kita melawan kecerdasan buatan (AI). Kalau saya tidak melihat (AI, red) sebagai tantangan, tapi kita bisa berkolaborasi dengan AI,” sebut pria yang dulunya bercita-cita jadi dokter forensik itu.
Intinya, ia menilai di zaman sekarang ini terpenting adalah kolaborasi. Sebab, lewat kolaborasi, seperti memanfaatkan penggunaan AI untuk menunjang kerja, bisa meningkatkan daya saing sumber daya manusia lokal.
Dalam kesempatan sama, sang istri yang akrab disapa Surya mengaku bangga suaminya bisa menjadi guru besar di usia muda. Ia menilai hal itu wajar diterima karena sang suami telah bekerja keras untuk meraih impiannya.
Ia pun mengatakan sang suami memang berusaha lebih keras untuk memperoleh status guru besar. “Perjuangannya memang lebih berat dari biasanya. Tidur cuma 3 jam saja. Dan sebagai istri harus mendampingi serta mendukung cita-citanya,” ujar ibu dua anak ini. (Diah Dewi/balipost)