BANGLI, BALIPOST.com – Petani bawang merah di Kintamani disarankan mengatur pola tanam. Hal itu perlu untuk menghindari terjadinya panen serentak yang dapat berpengaruh terhadap anjloknya harga jual.
Menurut Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli I Wayan Sarma anjloknya harga bawang merah di tingkat petani saat ini terjadi karena masa panen yang bersamaan dengan petani bawang merah di luar Bali. Seperti daerah Brebes dan Sumbawa.
Hal itu menyebabkan ketersediaan bawang merah di pasaran melimpah. “Barangkali bawang dari daerah luar itu yang ikut membanjiri bawang di Bali sehingga menyebabkan bawang kita ikut turun harganya,” kata Sarma, Rabu (4/10).
Berdasarkan pengamatannya selama ini penurunan harga bawang merah terjadi hampir tiap tahun sekitar September-Oktober. Maka untuk menghindari kerugian akibat harga anjlok, Sarma menyarankan petani bawang di Kintamani mengatur kembali pola tanam. Seperti dengan mengurangi penanaman bawang pada bulan Juni-Juli untuk menghindari panen bersamaan di bulan September -Oktober.
Selain itu, petani juga disarankan efisiensi biaya produksi. Salah satunya dengan mengurangi spraying atau penyemprotan. Jika biasanya melakukan penyemprotan hingga 8 kali per musim tanam, disarankan dikurangi jadi 4-5 kali.
Untuk mengatasi kerugian saat harga anjlok, petani juga didorong untk melakukan pengolahan pascapanen. Diungkapkan Sarma, selama ini banyak petani enggan melakukan pengolahan pasca panen karena alasan produk hasil olahannya kurang mendapat perhatian pasar. “Itu betul. Kenapa bisa demikian karena pengolahan tidak dilakukan secara kontinyu. Itu masalahnya. Sehingga barang tidak terus tersedia di pasar. Itu yang menyebabkan kenapa tidak dapat pasar secara khusus, karena memang produksi tidak berkesinambungan. Kalau memang petani komitmen bisa berproduksi secara berkelanjutan, saya rasa itu bisa jadi jalan keluar,” jelasnya.
Saat ini harga bawang merah di tingkat petani berkisar Rp 9-10 ribu per kilogram. Harga tersebut jauh merosot dibanding sebelumnya yang bisa dijual petani di atas harga Rp 20 ribu. Tak hanya murah, bawang merah petani juga tak laku. Kondisi itu menyebabkan stok bawang di masing-masing petani menumpuk.
Disinggung mengenai adakah upaya Pemkab Bangli mengadakan pasar tani untuk membantu menyerap stok bawang merah petani, Sarma mengaku pihaknya masih mendata angka riil stok bawang merah di petani. “Kami masih coba minta data berapa sesungguhnya stok bawang di petani. Gradenya berapa, berapa petani pasang harga. Mungkin setelah itu baru kita arah ke action,” pungkasnya. (Dayu Swasrina/Balipost)
Stok bawang merah milik petani di Desa Songan. (BP/Ina)