Theresia Mutiara Galistya. (BP/Istimewa)

Oleh Theresia Mutiara Galistya

Bali bergerak membereskan sejumlah pekerjaan rumah. Setelah berhasil memulihkan pertumbuhan ekonomi yang sempat terkontraksi, upaya untuk memeratakan kesejahteraan antarwilayah juga menjadi target yang segera dikejar.

Tak dapat dipungkiri, ketimpangan ekonomi antara kawasan konsentrasi pariwisata (Bali Selatan) dan non pariwisata (Bali Barat, Bali Timur, Bali Utara) nyata adanya. Kondisi ini tercermin dari besaran kontribusi PDRB. Mengutip data BPS Provinsi Bali, PDRB tahun 2022 yang dihasilkan di kawasan Bali Selatan (Badung, Denpasar, Gianyar) mencapai lebih dari 55 persen total PDRB Provinsi Bali.

Demikian halnya dengan data indikator PDRB Perkapita yang acapkali digunakan sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi menunjukkan perbedaan cukup kontras,
tertinggi di Kabupaten Badung sebesar Rp100.613,80 (ribu rupiah) dan terendah di Kabupaten Bangli sebesar Rp27.467,61 (ribu rupiah). Seyogyanya, kue ekonomi
dinikmati bersama melalui proses distribusi berkeadilan dengan didasari asas kemanusiaan demi sebesar- besarnya kesejahteraan rakyat.

Baca juga:  Wisatawan Membludak, Keterbatasan Infrastruktur Jalan di Nusa Penida Sebabkan Kemacetan

Salah satu langkah strategis yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni dengan mengakselerasi program pembangunan infrastruktur jalan. Mengapa jalan?

Infrastruktur jalan dan kesejahteraan ternyata memiliki korelasi erat. Dari penelitian terdahulu, disimpulkan bahwa infrastruktur jalan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat (Fajri, 2017). Satu diantara infrastruktur jalan yang tengah berproses, yakni megaproyek Tol Jagat Kerthi Bali.

Tol ini diharapkan menjadi solusi mengatasi problematika akses Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk yang menjadi jalur utama penghubung Bali Selatan dan Bali Barat. Urgensi merealisasikan tol sepanjang 96,84 kilometer tersebut didasari pula oleh keluhan yang kerap terlontar, baik di ruang publik maupun platform media sosial.

Mulai dari jalan berlubang, padatnya arus lalu lintas, diperparah dengan melintasnya kendaraan overdimension overloading (ODOL) menambah titik kerusakan, menimbulkan kemacetan, hingga menyebabkan kecelakaan. Miris rasanya membaca bait berita jumlah lakalantas terus bertambah setiap tahun. Sebut saja di Kabupaten Jembrana, pada semester pertama 2023 angka lakalantas meningkat 39 persen
(detikbali, 2023).

Baca juga:  Dekonstruksi (Cacat) Demokrasi

Tentu dibutuhkan penanganan serius menyangkut penggunaan jalan nasional tersebut. Perketat pengawasan dan seragamkan kebijakan. Lakukan tindakan tegas dan transparan untuk pengguna jalan
yang melanggar peraturan. Bangkitkan kesadaran dari pengusaha, sopir angkutan, dan stakeholders transportasi terkait. Giatkan sosialisasi menyangkut
perbedaan kelas jalan di Bali sehingga penghitungan muatan dilakukan secara cermat sesuai kapasitas.

Jika semua dapat terlaksana optimal, keselamatan tentunya lebih terjamin, tak perlu lagi menahan lelahnya duduk berkendara 3-7 jam untuk tiba di tempat tujuan. Selain itu, pelaku ekonomi lebih diuntungkan dengan efisiensi waktu dan biaya. Pada gilirannya, akan menarik
investasi yang membuka lapangan pekerjaan.

Baca juga:  Jejak Bung Karno dan Ikon Destinasi

Dengan semakin banyak yang bekerja,kesejahteraan dapat ditingkatkan. Urbanisasi dan ruralisasi pun dapat berjalan seimbang sesuai daya dukung wilayah dan kemampuan SDM. Karena patut disadari, tak semua orang mampu bergelut dengan lumpur, pun tak semua dapat bertahan dengan kerasnya hidup di kota.

Pada prinsipnya, memelihara sama pentingnya dengan membangun. Meski saat ini proses pembangunan jalan tol ibarat tak semulus aspal baru, optimisme untuk
merampungkannya harus terus dijaga dan dikawal. Karena seperti disampaikan Presiden Jokowi, membangun jalan berarti membangun peradaban bangsa.

Dalam hal ini, pemerintah berperan penting sebagai
lokomotif yang menunjukkan arah sekaligus menjadi dirijen orkestra pembangunan yang diharapkan mampu menjalankan berbagai program pemerataan kesejahteraan secara proporsional, khususnya di wilayah nonpariwisata yang notabene masih tertinggal.

Penulis, Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Jembrana

BAGIKAN