Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana didampingi Anggota Dewan Pers Toto Suryanto, Penggiat media Prabu Revolusi memberikan paparan dalam acara diskusi media dan Kejaksaan Agung di Jakarta, Kamis (12/10/2023). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Rencana pengajuan upaya hukum kembali berupa peninjauan kembali (PK) yang akan diajukan oleh kuasa hukum Jessica Wongso, terpidana kasus Kopi Sianida, ditanggapi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana. Pihaknya menegaskan, siap menghadapi upaya hukum tersebut.

“Kalau ditanya penuntut umum ini siap, sangat siap kami menghadapi upaya hukum itu sudah terbiasa dilakukan teman-teman jaksa penuntut umum di persidangan,” kata Ketut di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (12/10).

Ketut kembali menegaskan bahwa perkara ini sudah tuntas dengan lima kali proses pengujian, yakni ujian pertama itu di pengadilan negeri, ujian kedua dia pengadilan tinggi, ujian ketiga ada di Mahkamah Agung. Dan ujian selanjutnya adalah upaya hukum luar biasa berupa PK sebanyak dua kali ditolak.

“Yang paling penting saya sampaikan di sini adalah dari 5 kali ujian dengan semua hakim yang mengadili tidak ada hakim satu pun yang dissenting opinion (berbeda pendapat), sehingga saya nyatakan bahwa secara pembuktian itu sudah sempurna. Clear kan!,” kata Ketut menegaskan.

Baca juga:  Sidang Perdana Permohonan PK Jessica Wongso Ditunda

Selain itu, kata Ketut, apa yang menjadi alat bukti pada saat persidangan saat itu sudah menjadi terang benderang. Tanpa menyinggung substansi penyidikan, di dalam dakwaan utuh disebutkan adanya forensik, rekonstruksi digital maupun rekonstruksi lainnya.

“Apa yang dibilang tidak ada forensik, padahal itu ada, ya kalau bapak-ibu sekalian mau membaca secara utuh itu, ada semua. Rekonstruksi aja ahlinya ada beberapa, ada rekonstruksi digital, ada rekonstruksi pelaksanaan pada saat proses dilaksanakan bagaimana adanya detik terjadinya suatu pembunuhan dan matinya Mirna,” paparnya.

Dari menyimak podcast setelah viralnya film dokumenter Ice Cold, Ketut berpendapat, harusnya kasus tersebut tidak dibuka di publik, apalagi dengan menyebutkan adanya bukti baru.

“Kalau saya lihat semua sudah utuh semua. karena kalau kita kembali lagi bicara apa yang harus dilakukan, mereka harusnya tidak dibuka di depan publik. Karena ini novum (bukti), kalau novum dibuka ke publik terlalu gampang dibaca oleh penuntut umum,” ungkapnya.

Menurut Ketut, jaksa penuntut umum sangat siap menghadapi upaya hukum balik dari pihak Jessica Wongso, dan percaya diri karena kasus sudah terbuka untuk publik, sehingga bukti apalagi yang hendak dicari.

Baca juga:  Tambahan Kasus Nasional Naik Lagi Lampaui 5 Ribu Orang

“Apalagi sih urusan yang mau digugat dan dari sisi mananya, jadi ini yang perlu kita waspadai juga teman-teman di masyarakat, di netizen terutamanya. Jangan sampai istilahnya terbelah,” katanya.

Ketut melihat sudah ada masyarakat yang terbelah akibat tayangan tersebut, ada yang mulai mendukung Jessica Wongso. “Saya kira sudah terbelah, ada sebagian besar ada yang dukung ada yang enggak gara-gara film dokumenter, namanya film ada sedikit rekayasa dan sebagainya, yang diajak main juga merasa ada yang dibohongi sepertinya, Ini harus hati-hati,” paparnya.

Ketut menegaskan, dalam menyikapi perkara ini, penegak hukum berpegang pada apa yang terungkap di persidangan. Apa yang diputus oleh pengadilan. Apa yang menjadi hukum sudah mempunyai kekuatan tetap, dan sudah dilakukan eksekusi oleh jaksa penuntut umum.

“Clear, bagi kami perkara ini sudah selesai sejak 7 tahun lalu. Tapi sekarang muncul saat Jessica ulang tahun yang 35, itu biasalah, humanis. Kami siap untuk menghadapi hal hal seperti itu. Sudah biasa,” kata Ketut.

Pers bukan pengadil

Sementara itu, Toto Suryanto, anggota Dewan Pers yang hadir dalam kegiatan diskusi antara media dan Kejaksaan Agung berpesan agar insan pers bekerja secara profesional dengan menjalankan kode etik tanpa perlu masuk lebih dalam hingga ada keberpihakan.

Baca juga:  BRI Jadi “The Best Bank in Digital Service" di TFA 2022

“Yang pasti pers itu bukan pengadil tapi mencatat fakta dan menyampaikan kepada publik, bahwa kemudian ada upaya untuk membawa kasus ini ke langkah yang lebih tinggi yang mari kita lihat, kita ikuti saja,” kata Toto.

Ia menilai, viralnya kasus Kopi Sianida ini seperti momen memperingati 30 September, di mana masyarakat ramai-ramai menonton tayangan G-30 S/PKI.

Penggiat media Prabu Revolusi justru mempertanyakan film dokumenter “Ice Cold” tersebut dikategorikan sebagai karya jurnalistik atau bukan.

“Menarik itu tayangan disebutnya karya apa, karya jurnalistik, kalau karya jurnalistik bukan diproduksi oleh institusi pers yang terverifikasi di Dewan Pers,” ujar Prabu.

Terpisah, pengacara Jesicca Wongso, Otto Hasibuan mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan pengajuan upaya hukum peninjauan kembali (PK) untuk kliennya. “Kalau PK sedang kami persiapkan, soal waktu nanti pada saat yang tepat,” kata Otto. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN