Petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan api di TPA Suwung. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Akademisi Teknik Lingkungan Universitas Udayana, Kadek Diana Harmayani, Senin (16/10) mengatakan, penataan kawasan tempat pemrosesan akhir (TPA) sudah ditentukan sehingga terkait lokasinya tak perlu dipermasalahkan. “Kalau terkait lokasi memang sudah ditentukan dari dulu, artinya di awal sudah dilaksanakan survei untuk menentukan lokasi,” ujarnya.

Menurutnya masalahnya adalah pengelolaan sampah yang menumpuk memiliki potensi gas metan yang tinggi, terutama sampah organik. Potensi gas metan itu tidak ditangkap dan digunakan. “Karena tidak ada upaya untuk itu, sehingga tumpukan sampah organik yang paling cepat membuat gas metan tinggi, dipicu udara yang sangat panas, ya sudah terjadilah kebakaran, dan itu tidak bisa dihindari,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengaku khawatir dengan lokasi TPA Suwung yang bersebelahan dengan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Sanggaran. “Semoga saja tidak sampai terjadi dampak yang lebih besar, saya juga takut itu karena memang lokasinya berdekatan. Semoga bisa dijaga, sekarang sudah ditanggulangi. Kita tidak boleh menyalahkan posisi TPA yang sudah disana. Kalau sudah di sana, harus ada aturan pengelolaannya. Aturan–aturan penempatan TPA kan ada banyak,” bebernya.

Baca juga:  Galungan, Produksi Sampah di Denpasar Naik Puluhan Persen 

Telah banyak dilakukan upaya–upaya mengatasi permasalahan yang terjadi di TPA Suwung. Namun masalah utamanya adalah pembiayaan. “Dari dulu, puluhan tahun sempat dibuat begini, sempat dibuat begitu, dan sempat dibuat perencanaan macam–macam. Akan tetapi hampir semua tidak berhasil. Tetap saja ujungnya jadi pendamping,” jelas Diana.

Dari sisi keilmuan, banyak hal yang bisa dilakukan untuk pengelolaan TPA Suwung namun yang memegang peranan penting adalah dari sisi kebijakan yaitu pemerintah. “Banyak sekali sudah memberikan masukan maupun perencanaan–perencanaan yang sudah luar biasa, sudah banyak wacana,” tandasnya.

Baca juga:  Mandia Mundur dari PDIP 

TPA sudah pasti dikelola dengan metode sanitary landfill. Hampir semua TPA di Bali dibangun dengan metode Sanitary Landfill. Artinya, sudah sangat bagus untuk sebuah penataan TPA.

Namun, karena terbentur biaya, tenaga, sarana prasarana sehingga yang semula TPA difungsikan jadi Sanitary Landfill akhirnya sedikit demi sedikit turun menjadi controlled landfill dan pada akhirnya turun menjadi open dumping. Open dumping adalah sistem pengelolaan di TPA dengan cara membuang sampah di atas lahan tanpa ada perlakukan apapun.

Baca juga:  Sejak Empat Hari, Pengungsi di Posko Kubu Kesulitan Air

Jika Sanitary landfill dijalankan dan semua faktor serta sumber daya berjalan, maka pengelolaan TPA pasti berjalan dengan baik. “TPA ini kan ujungnya, padahal di awal, sumber sampah adalah masyarakatnya. Masalah pemilahan sampah dari dulu digaungkan tapi kenyataan kan, ada yang melakukan tapi sebagian besar belum, sehingga ketentuan  30% sampah residu saja yang masuk ke TPA tidak terjadi, dan yang 70% sampah dikelola, tidak terjadi,” paparnya.

Memang diperlukan keseriusan dalam pengelolaan TPA. Mulai dari pembenahaan sumber sampah. Karena jika tidak demikian, kejadian seperti kebakaran TPA inilah yang terjadi, yang mana dampak untuk lingkungan dan kesehatan lebih parah. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN