DENPASAR, BALIPOST.com – Tiga orang terdakwa kasus dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana pada 2018 sampai dengan 2022, Jumat (20/10) dihadirkan di Pengadilan Tipikor Denpasar. Mereka adalah terdakwa Nyoman Putra Sastra, I Made Yusnantara, dan I Ketut Budiartawan.
Dalam sidang secara terpisah, yang pertama didudukan di kursi pesakitan adalah terdakwa Putra Sastra sebagai Kepala Unit Sumber Daya Informasi (USDI) Universitas Udayana). Dalam dakwaan JPU Agus Eko Purnomo dkk., dari Kejati Bali di hadapan majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa, setidaknya ada tiga profesor Unud yang disebut dalam kasus SPI ini selain sang rektor, Prof. I Nyoman Gde Antara yang dakwaan ditunda hingga Selasa 24 Oktober.
Sebagaimana yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Denpasar, dalam dakwaan Putra Sastra, JPU menyebut tiga nama professor ikut dalam dugaan korupsi SPI itu. Mereka yang disebut adalah Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, .S(K), Prof. Dr. dr. I Ketut Suyasa, Sp.B., Sp.OT(K) dan Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P. Ketiganya saat ini berstatus saksi.
Mereka dalam kurun waktu antara Mei 2018 hingga Juni 2022 bertempat di Kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran diduga melakukan korupsi dana SPI. Mereka diduga telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan yakni dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam hal ini menguntungkan pejabat dan/atau pegawai Universitas Udayana, secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya selaku Ketua USDI sekaligus sebagai anggota / koordinator Pengolah Data Tim Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Universitas Udayana tahun akademik 2018/2019 sampal dengan tahu akademik 2022/2023.
Dijelaskan Jaksa, terdakwa bersama Prof. Antara, Budiartawan, Yusnantara, Prof. Sudewi, Prof. Suyasa, Prof. Rai Maya Temaja secara tanpa hak telah memungut biaya atau sumbangan pengembangan institusi (SPI) terhadap calon mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 sampai dengan tahun 2022/2023. Padahal, kata Jaksa, sumbangan pengembangan institusi tersebut tidak termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 51/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketentuan tersebut seharusnya menjadi dasar pungutan tarif layanan sebagaimana amanat Pasal 9 Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Bahkan, kata JPU dalam surat dakwaanya, Putra Sastra bersama Budiartawan, Yusnantara, Prof. Antara, Prof. Sudewi, Prof. Suyasa dan Prof. Rai Maya Temaja telah membuat aplikasi penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri dan menginput Program Studi (prodi) serta nilai SPI yang tidak sesuai dengan SK Rektor Unud tentang SPI Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Unud ke dalam laman/website/sistem pendaftaran penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri. Padahal terdakwa telah mengetahui bahwa beberapa program studi tersebut tidak masuk dalam keputusan rektor terkait SPI dimaksud.
Bahkan, untuk tahun akademik 2020/2021 terdakwa telah menyadari bahwa SK Rektor mengenai SPI belum ditetapkan, namun terdakwa tetap menginputnya dalam fitur SPI laman pendaftaran online tersebut. Jadi, terdakwa disebut memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri telah memaksa 9.801 orang calon mahasiswa baru hasil seleksi jalur mandiri pada Universitas Udayana.
Sedangkan dalam dakwaan Made Yusnantara dan I Ketut Budiartawan (satu berkas) tidak beda jauh dengan terdakwa Sastra. Hanya saja nama Prof Suyasa dan Prof Rai Maya Temaja tidak muncul. Sedangkan Prof. Sudewi namanya masih ada dalam dakwaan jaksa. Dua terdakwa berdasarkan SK rektor dinyatakan sebagai sekretaris dalam penerimaan mahasiswa baru di Unud.
Dijelaskan pula, bahwa total penerimaan uang SPI periode tahun akademik 2018/2019 sampai dengan tahun akademik tahun 2022/2023 adalah sebesar Rp335.352.810.691,00 yang berasal dari 9.801 orang calon mahasiswa baru Universitas Udayana seleksi jalur mandiri yang dipungut hanya didasarkan atas Keputusan Rektor Universitas Udayana. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.05/2015 dan PMK Nomor 95/PMK.05.2020 tidak ada mencantumkan SPI sebagai salah satu tarif layanan yang dapat dipungut oleh Badan Layanan Umum Universitas Udayana.
Bahkan, sebagian dari total penerimaan tersebut, yakni sebesar Rp4.244.902 100 (empat miliar dua ratus empat puluh empat juta sembilan ratus dua ribu seratus rupiah) dari 401 calon mahasiswa dipungut tanpa dasar sama sekali. (Miasa/balipost)