DENPASAR, BALIPOST.com – Sempat tertunda karena majelis hakim kurang alias tidak lengkap, dakwaan kasus dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022 dengan terdakwa Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng., Selasa (24/10) akhirnya dibacakan di Pengadilan Tipikor Denpasar. Dalam dakwaan JPU Agus Eko Purnomo dkk., yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Agus Akhyudi didampingi empat hakim anggota, yakni Gede Putra Astawa, Putu Sudariasih, Soebekti dan Nelson, JPU membeber peran dan perbuatan terdakwa Rektor Prof. Antara.
Dalam dakwaan Prof. Antara, selain menyeret tiga terdakwa dalam berkas terpisah (Dr. Nyoman Putra Sastra, S.T., M.T., Ketut Budiartawan, S.Kom, M.Si dan I Made Yusnantara), jaksa juga menyebut terdakwa melakukan dugaan korupsi bersama-sama dengan Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) (mantan rektor) dan Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P.
Selain menuding bahwa pungutan SPI yang dilakukan terdakwa tidak sah karena pungutan tanpa melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.05/2015 maupun PMK Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Universitas Udayana, dana SPI itu diendapkan di rekening bank sehingga mendapatkan fasilitas dari bank. Pada tahun 2020 pemberian dua unit mobil Innova dari Bank BNI, yang oleh JPU dalam dakwaan disebut dinikmati oleh pejabat dan atau pegawai Universitas Udayana.
“Prof. Dr. Ir. Nyoman Gde Antara, Eng, IPU setelah menjabat sebagai Rektor Universitas Udayana telah memanfaatkan penerimaan BLU Unud yang di dalamnya telah bercampur antara uang SPI dan pendapatan lainnya yang pada Bank BPD Bali.
Pada 13 Oktober 2021 melakukan pemindahaan kas BLU ke rekening tersebut melalui transfer sebesar Rp 10.000.000.000,00 dengan maksud supaya Unud mendapatkan status sebagai prime customer atau nasabah khusus yang mendapatkan berbagai fasilitas dan kemudahan dan nomor rekening tersebut juga digunakan untuk menampung bunga deposito dari rekening deposito yang ada di BPD Bali Cabang Denpasar sebesar Rp 285.000.000, per bulan sebanyak 10 bulan dengan total keseluruhan afiliasi bunga deposito sebesar Rp 2.850.000.000, dengan saldo per 31 Agustus 2023 sebesar Rp 13.276.779.856,69,” beber jaksa dalam surat dakwaan.
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, Eng, IPU disebut juga telah membuka rekening operasional penerimaan pada Bank BTN. Dan setelah dibuka tanggal 30 Maret 2022, dengan saldo per 31 Agustus 2023 sebesar Rp 55.232.688.249,00 dan atas penyimpanan dana pada bank BTN tersebut Universitas Udayana mendapatkan fasilitas 15 kendaraan roda empat dengan type Toyota Avanza.
Masih dalam dakwaan JPU dari Kejati Bali, dengan tidak sahnya penerimaan BLU Universitas Udayana periode tahun akademik 2018/2019 sampai dengan tahun akademik tahun 2020/2021 pada saat terdakwa Prof. Antara sebagai Ketua Tim Penerimaaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Universitas Udayana dan tahun akademik 2022/2023 pada saat terdakwa selaku Rektor Universitas Udayana sekaligus sebagai Penanggung Jawab Tim Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Universitas Udayana, khusus untuk Prof. Antara, menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp274.570.092.691 dan atau untuk setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.
Sedangkan untuk keseluruhan SPI, 2018-2022, sebagaimana tercantum dalam Laporan Akuntan Publik atas Pemeriksaan Investigatif Universitas Udayana Provinsi Bali Tahun 2018 sampai dengan 2022, yakni Made Sudarma, Thomas & Dewi dengan rincian Tahun 2018 : 62. 859.288.800, 2019 : 75.187.239.891, 2020 : 65.017.415.000, 2021 : 60.782.718.000 dan 2022 : 71.506.149.000. Jadi, total sebagaimana kerugian penghitungan akuntan publik senilia Rp 335.352.810.691.
Terpisah, atas dakwaan itu, kuasa hukum Prof. Antara, Hotman Paris dkk., bakal mengajukan eksepsi dalam sidang Selasa pekan depan. Usai sidang, Hotman Paris mengatakan ini dalam sejarah Indonesia kasus korupsi tidak ada kerugian negara.
Padahal salah satu unsur dari perkara korupsi adalah kerugian keuangan negara, yakni bisa berupa uang, surat berharga, barang dan akibat perbuatan melawan hukum.
“Tetapi dari dakwaan jaksa tadi, dijelaskan bahwa semua uang masuk kas negara dalam hal ini masuk rekening Unud. Berarti ini negara diuntungkan dan deposito udayana bengkak dan semua itu merupakan aset negara, ” jelas Hotman Paris.
Atas dasar itu, dia memohon pada Jaksa Agung, Jampidsus untuk mencabut perkara tersebut. Kata dia, ini bukanlah perkara korupsi tapi disidangkan di tipikor. “Semua uang kan masuk rekening Unud, bukan masuk rekening terdakwa pribadi atau keluarga terdakwa. Jadi kerugian tidak ada, malah negara diuntungkan” ucap Hotman kembali, sembari mengatakan itu akan dijadikan salah satu bagian eksepsi nanti.
Terkait fasilitas mobil dari bank, Hotman mengatakan jika deposito bank banyak, pihak bank banyak kasih hadiah. Itu bagian dari marketing bank. “Itu bukan masalah korupsi. Itu hadiah pada pemilik deposito. Itu cuma mobil murah, depositonya ratusan miliar,” ucap Hotman.
Hotman menduga kasus ini diungkap karena adanya politik internal dan sangat memprihatinkan. Soal pemalsuan dan menyuruh orang masuk (rekrutmen mahasiswa), itu kewenangan polisi, bukan kejaksaan soal meluluskan orang jadi mahasiswa. “Kecuali meluluskan dengan cara menyogok, baru pidana korupsi. Kalau pungli, jika masuk ke kantong pribadi baru namanya pungli. Kalau masuk ke Universitas, itu uang negara. Negara yang diuntungkan. Jadi, tak satupun kerugina negara dibahas,” sambung Hotman.
Atas pernyataan itu, Aspidsus Kejati Bali sekaligus koordinator JPU dalam kasus SPI menjelaskan bahwa kuasa hukum terdakwa salah baca. “Ada, jelas itu kerugian negara ada. Kan hasil audit ada. Itu beropini. Jaksa tidak beropini. Silahkan eksepsi,” tegas Agus Eko Purnomo. (Miasa/balipost)