DENPASAR, BALIPOST.com – Rektor Universitas Udayana (Unud) non aktif, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng., diberikan kesempatan mengajukan eksepsi, Selasa (31/10). Dalam eksepsi pribadinya, yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Agus Akhyudi, Prof. Antara menyebut kasus yang sedang dihadapinya saat ini adalah kasus rekayasa, dan merupakan sentimen pribadi.
Ia juga menyentil bahwa pihaknya banyak mendapatkan titipan mahasiwa dari pejabat tinggi. Bahkan ada sanak saudara pejabat tinggi itu arogan. Sudah dibantu, malah angkuh minta tidak membayar SPI.
Dalam eksepsinya, Prof. Antara secara lugas menyebut bahwa dakwaan jaksa yang dibacakan Selasa 24 Oktober 2023 lalu amburadul, tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Dalam perkara SPI ini, Prof. Antara mengaku sebagai korban. Yakni, korban dipenjara dan dijadikan terdakwa oleh kasus SPI yang dinilainya bukan merupkana tindak pidana korupsi.
“Saya dituduh melakukan pungutan SPI yang tidak sah. SPI itu adalah salah satu pendapatan negara bukan pajak (PNBP). SPI itu ada di seluruh universitas di Indonesia, walau dengan sebutan yang berbeda,” ucap Prof. Antara.
Lanjut dia, SPI itu digunakan sebagai subsidi silang bagi mahasiswa yang tidak mampu. Dan semua pendapatan dari SPI itu ditampung di rekening yang sah.
Yang menarik pula, dalam eksepsinya, terdakwa Prof. Antara menyebut bahwa kebijakan SPI itu adalah kebijkan rektor tahun 2017-2021, yakni Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) yang sekaligus dia sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). “Dakwaan jaksa tidak jelas, karena kualifikasi apa saya sebagai terdakwa, tidak jelas disebutkan di sana,” ucap Prof. Antara. (Miasa/balipost)