Arsip foto - Infrastruktur digital berupa Base Tranceiver Station (BTS) yang dikerjakan oleh BAKTI Kominfo di Desa Selong Belanak,Lombok, Nusa Tenggara Barat, Rabu (5/10/2022). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah dinilai perlu mengembangkan sebuah peta jalan pengembangan spektrum frekuensi. Hal ini untuk menyokong pengembangan jangka panjang teknologi seluler 5G dan generasi-generasi selanjutnya di Indonesia.

“Indonesia perlu membina fondasi yang kuat bagi ekosistem teknologi itu seiring kemajuan dan perannya yang jadi semakin penting bagi ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia perlu peta jalan spektrum frekuensi yang komprehensif,” kata Kepala GSMA Asia Pasifik Julian Gorman saat bertemu media di Jakarta, Rabu (8/11), dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (9/11).

Hal tersebut adalah salah satu dari tiga rekomendasi yang diajukan GSMA untuk merespons rencana lelang spektrum frekuensi 5G yang akan dilakukan pemerintah dalam waktu dekat. Fondasi tersebut tidak hanya perlu mempertimbangkan infrastruktur pita yang ada saat ini, tapi, juga patut mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang, khususnya untuk spektrum frekuensi menengah.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Makin Turun

Gorman mengatakan, untuk memacu investasi di sektor komunikasi, operator seluler memerlukan kepastian dalam pembinaan teknologi komunikasi yang ditunjukkan dengan rencana pengembangan masa depan yang jelas. Apalagi, pengembangan teknologi komunikasi yang baik juga akan memacu pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya ekonomi digital, yang digadang-gadang akan jadi yang terbesar kelima di dunia dalam beberapa dekade nanti.

Selain meminta pemerintah mengembangkan peta jalan pengembangan, GSMA juga mendorong pemerintah mengurangi harga tawar minimum dalam proses pelelangan spektrum frekuensi 5G mendatang.

Baca juga:  Pemilu untuk Pembangunan Berkelanjutan

Gorman mengatakan bahwa biaya spektrum frekuensi di Indonesia yang meningkat secara signifikan dalam 10 tahun terakhir dapat menghambat pengembangan layanan seluler masa depan. Rasio antara biaya tersebut dengan pendapatan operator seluler di Indonesia ada di atas rata-rata global, kata dia menambahkan.

Oleh karena itu, GSMA mengharapkan supaya harga spektrum frekuensi yang ditawarkan berada di bawah harga pasar untuk memberi ruang lebih kepada penyedia layanan mendapatkan harga yang paling sesuai. “Dengan menurunkan harga tawar minimum, Indonesia dapat memberi ruang untuk penetapan harga yang baru serta mengurangi risiko spektrum frekuensi yang tidak terpakai,” ucap Gorman.

Baca juga:  Indonesia Miliki Banyak Potensi SDM Industri Kreatif

GSMA juga meminta pemerintah untuk mengevaluasi dan menyesuaikan formula yang mengatur biaya tahunan spektrum frekuensi. Parameter yang ada patut disesuaikan untuk memberi insentif jangka panjang kepada penyedia layanan seluler dan memastikan peningkatan biaya tetap selaras dengan kondisi pasar. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN