MANGUPURA, BALIPOST.com – Warga negara asing yang datang ke Bali tak semuanya tajir. Sebaliknya, sekeluarga asal Yordania berinisial ASS (25), FAES (21) dan anaknya LASJ (2) justru menjadi pengemis di Bali. Mereka pun dideportasi. Hal itu dibenarkan pihak Kemenkumham Bali, Jumat (10/11).

Dalam rilisnya, ASS, GAES dan LASJ dideportasi, Kamis (9/11). Dijelaskan, ASS kedapatan membawa istri dan anak balitanya berkeliling mengemis di sekitaran wilayah Kuta. Pengakuannya ASS menyatakan bahwa sebelumnya ia telah bekerja di sebuah restoran di Malaysia.

Baca juga:  Pelaksanaan Nyepi, KPID Usulkan Semua Layanan Internet Dimatikan

Mendengar bekerja di restoran Indonesia mendapatkan gaji yang lebih tinggi, ia tertarik mencari pekerjaan di Bali. Berbekal sejumlah uang, ASS memboyong keluarganya ke Bali untuk mencari pekerjaan.

Di Bali, keluarga ini kehabisan uang sehingga harus meminta belas kasihan dengan meminta-minta uang kepada masyarakat sambil membawa anaknya dalam kereta bayi.

Oleh Satpol PP Badung, ASS diamankan. ASS dan keluarganya menjadi subjek orang terlantar sehingga telah melanggar Pasal 27 Perda Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat dan direkomendasikan kepada Kantor Imigrasi Ngurah Rai agar dapat dideportasi.

Baca juga:  Tahun Ini, Imigrasi Denpasar Deportasi 45 WNA

ASS, FAES, dan anaknya LASJ diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 25 Oktober 2023. Dudy, Kepala Rudenim Denpasar menerangkan keluarga WN Yordania didetensi selama 15 hari dan pihak keluarga di Yordania bersedia membiayai tiket kepulangannya.

Terpisah, WN Cape Verde berinisial CAOR (56) juga dideportasi karena melanggar Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. CAOR dideportasi ke Cape Verde dengan biaya yang ia tanggung sendiri.

Baca juga:  Bali Kembali Laporkan Penambahan, Ini Dua Daerah Tambah Korban Jiwa COVID-19

WNA yang telah dideportasi tersebut akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi. Kakanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto menyebutkan bahwa penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. (Miasa/Balipost)

BAGIKAN