Oleh Nyoman Sukamara
Setelah hampir 10 tahun UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) diberlakukan, Smart ASN sebagai modal membangun World Class Bureaucratie masih merupakan cita-cita. Peningkatan kualitas ASN dihadapkan pada berbagai masalah, di antaranya di dalam implementasi pasal-pasal terkait manajemen ASN.
Kehadiran UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN sebagai pengganti UU No. 5 tersebut memberi harapan baru mewujudkan Smart ASN, yaitu ASN yang memiliki integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, kemampuan TI dan bahasa asing, jiwa hospitsality, entrepreneurship, dan jaringan luas.
Seperti disampaikan Bapak Machfud MD, bahwa pada masa jabatan Presiden SBY, telah diangkat 870 ribu honorer menjadi ASN sebagai pemenuhan janji kampanye. Namun, saat ini jumlah tenaga honorer di seluruh pemerintahan di Indonesia justru membengkak, dikarenakan pengangkatan tenaga kontrak baru oleh banyak kepala daerah terpilih, sekalipun sudah ada larangan untuk). Berikutnya, sebagai tindak lanjut dari sebuah kajian, KemenPAN-RB semasa dipimpin Prof. Yuddy Chrisnandi bermaksud mengurangi sejuta PNS melalui moratorium penerimaan PNS dalam kurun 2026-2019.
Faktanya pada periode yang sama, pemerintah tetap merekrut PNS baru alih-alih moratorium, yang gagal mendapatkan persetujuuan DPR. Bahkan belum lama, MenPAN-RB Bpk. Abdullah Azwar Anas mengungkapkan pembatalan penghapusan tenaga honorer (hanya) untuk menghindari PHK massal.
Contoh-contoh di atas menunjukkan kerumitan implementasi Manajemen ASN, bahkan pada tahap awal. Lebih runyam lagi, ketika politik dan korupsi berpengaruh di dalamnya. Tidak hanya dalam hal pengadaan PNS, pengisian jabatan-jabatan di pemerintahan (daerah) juga tidak berjalan sebagaimana peraturan perundang-undangan.
Pengisian jabatan banyak dilakukan bukan atas pertimbangan teknis kebutuhan tetapi sebagai ajang mengisi pundi-pundi rupiah kepala daerah (untuk menutupi biaya politik yang mahal). KPK telah mengidentifikasi jual beli jabatan adalah satu di antara 8 situasi rentan korupsi.
Manajemen ASN yang Memberi Harapan
UU No. 20 Tahun 2023 lebih singkat, lebih sistematis, dan lebih jelas dibandingkan UU No. 5 Tahun 2014. Beberapa substansi pentingnya, antara lain: i) semakin jelas dan runut asas, nilai dasar, kode etik/kode perilaku ASN, ii) kejelasan status dan hak serta kewajiban PPPK, iii) hilangnya lembaga Komisi ASN, iv) semakin jelas dan runutnya tahapan-tahapan manajemen ASN, v) digitalisasi manajemen ASN, vi) target penuntasan penataan pegawai NonASN (bukan PNS dan bukan PPPK), dan vii) larangan penerimaan pegawai NonASN atau apapun namanya.
Dengan porsi kandungan cukup dominan dalam UU No. 20 Tahun 2023, manajemen ASN, meliputi minimal 8 kegiatan yang jelas dan runut: i) perencanaan kebutuhan, ii) pengadaan, iii) penguatan budaya kerja dan citra institusi, iv) pengelolaan kinerja, v) pengembangan talenta dan karier, vi) pengembangan kompetensi, vii) pemberian penghargaan dan pengakuan, dan viii) pemberhentian. Ini memberi gambaran implementasi yang lebih mudah. Untuk melengkapi UU ini, hal segera yang harus dilakukan adalah menyusun peraturan pemerintah terkait dengan setidaknya 9 hal yang diatur di dalamnya.
Namun, untuk mencapai tujuan, undang-undang yang baik saja tidak cukup. Implementasi UU No. 20 Tahun 2023 secara konsisten memerlukan beberapa hal mendasar. Pertama, komitmen kuat pemerintah dan seluruh stakeholder, mulai dari pusat sampai daerah untuk patuh pada seluruh pasal-pasalnya.
Kedua, perlu kemauan dan keberanian seluruh pihak, termasuk dengan menutup peluang atau bahkan menolak intervensi politik, untuk tidak mengangkat lagi tenaga nonASN atau apapun namanya sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 66 UU ini. Ketiga, perlu kehadiran peran lembaga pengawas pengganti peran KASN, yang berfungsi secara lebih kuat dan lebih independen mengawasi pelaksanaan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN di instansi pemerintah. Keempat, perlunya kerja keras dan terus-menerus pemerintah untuk membangun ekosistem manajemen ASN yang produktif. Tanpa ke empat hal tersebut, hasil implementasi UU ini mungkin akan tidak berbeda dengan hasil implementasi UU No. 5 tahun 2014. Karenanya, mewujudkan Smart ASN (di tahun 2024) tetap hanya sebuah cita-cita.
Penulis, Widyaiswara BKPSDM Provinsi Bali