Seniman Pedalangan, I Gede Arum Gunawan, S.Ag.,M.Ag. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen untuk merayakan seluruh hari raya tumpek, termasuk Tumpek Wayang setiap 6 bulan sekali (210 hari). Tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Wayang. Rahina Tumpek Wayang dan tumpek lainnya diharapkan menjadi laku kehidupan masyarakat Bali untuk menjaga keharmonisan manusia, alam beserta isinya. Lalu, bagaimana krama Bali memaknai perayaan Tumpek Wayang di era kekinian?

Seniman Pedalangan, I Gede Arum Gunawan, S.Ag.,M.Ag., mengatakan perayaan tumpek, termasuk Tumpek Wayang sejatinya merupakan upaya untuk menyucikan diri dan alam semesta untuk mewujudkan kebahagiaan sekala-niskala. Sehingga, untuk mewujudkan program “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dengan menggunakan ajaran Sad Kerthi sebagai pelaksanaan dasar pembangunan di Bali ini, perayaan tumpek merupakan upaya niskala-sekala.

Saat ini perayaan tumpek tidak saja dilakukan secara niskala, namun sudah muncul kesadaran masyarakat secara sekala. Seperti, melakukan pelestarian lingkungan, penggunaan produk lokal, termasuk pembangunan sumber daya manusia untuk mewujudkan atma dan jana kerthi. Sehingga, lembaga pendidikan yang memiliki pendidikan khusus pedalangan tidak saja melatih calon dalang dengan keterampilan, namun juga dibarengi dengan spiritualnya.

Baca juga:  Tumpek Wayang, Ratusan Warga Nusa Penida Ikuti Upacara Sapuh Leger

Dikatakan, kesadaran lembaga pendidikan untuk mendukung pelaksanaan tumpek wayang secara sekala niskala sudah nyata dilakukan. Begitu juga dengan masyarakat Bali kini semakin bijak memaknai dan melaksanakan yadnya itu secara niskala – sekala. “Inilah peran pemerintah untuk bisa selalu menuntun masyarakat agar seimbang antara niskala – sekalanya,” ujar Arum Gunawan dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Memaknai Tumpek Wayang di Era Kekinian”, di Warung Coffee 63 A Denpasar, Rabu (22/11).

Baca juga:  Gubernur Koster Gelar Persembahyangan Tumpek Wayang

Pengamat Seni/Budayawan, Dr. I Kadek Suartaya, S.S.Kar.,M.Si., mengatakan perayaan hari Tumpek Wayang tidak saja dirayakan oleh mereka yang memiliki wayang. Namun, masyarakat Bali memaknai hari Tumpek Wayang sebagai suatu peristiwa yang memiliki nilai kultural dalam realisasinya. Tidak hanya mereka yang berkesenian wayang saja, namun kesenian lainnya juga ikut merayakan hari Tumpek Wayang ini. Terlebih apa dilakukan Pemerintah Provinsi Bali, seluruh masyarakat Bali ikut memaknai dan merayakan hari Tumpek Wayang.

Kendati demikian, dikatakan saat ini eksistensi wayang sebagai bentuk kesenian dan budaya di Bali perlu didorong kembali. Agar pada saat upacara yadnya wayang selalu digunakan oleh masyarakat Bali. Jangan hanya wayang digunakan pada upacara yadnya tertentu saja. Sebab, di masa lalu wayang menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat di Bali.

Baca juga:  Kaum Milenial Makin Sadar Maknai “Tumpek Landep”

Akademisi UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Dr. I Made Adi Surya Pradnya, S.Ag.,M.Fil.H., mengungkapkan bahwa di era kekinian hari Tumpek Wayang telah dimaknai secara niskala – sekala oleh masyarakat Bali. Namun demikian, pihaknya berharap pemerintah tidak saja membuat regulasi untuk perayaan Tumpek Wayang, namun juga mengadakan festival atau parade wayang selama wuku wayang. Sehingga, perayaan Tumpek Wayang bisa dirayakan secara lebih masif dan meriah. Apalagi, bentuk dan jenis wayang di bebagai daerah di Bali berbeda-beda. Melalui festival wayang, maka generasi milenial lebih mengenal berbagai bentuk dan jenis wayang yang ada di Bali. (Ketut Winatha/balipost)

 

BAGIKAN