TABANAN, BALIPOST.com – Penyidik Polres Tabanan menggelar pemeriksaan tambahan terhadap Kadek Dwi Arnata alias Jero Dasaran Alit (JDA) tersangka kasus dugaan pelecehan seksual pada Kamis (23/11). Setelah gugatan praperadilan ditolak oleh Pengadilan Negeri Tabanan, terbaru jeratan pasal untuk kasus yang dihadapi penekun spiritual ini bertambah dengan ancaman belasan tahun penjara.
Kini ia dijerat tiga pasal primer yang dirasa cukup memberatkan. Dari pantauan, JDA didampingi tim kuasa hukumnya memenuhi panggilan penyidik pukul 10.00 WITA.
Selama hampir 1,5 jam mereka berada diruang PPA Polres Tabanan dan dicecar pertanyaan sebanyak 16 item. Ditemui usai pemeriksaan tambahan, Kuasa Hukum JDA Kadek Agus Mulyawan mengatakan, ia bersama kliennya memenuhi panggilan penyidik untuk pemeriksaan tambahan.
Awalnya ia menganggap penyidikan telah rampung dengan satu pasal yaitu pasal 6 huruf a, UU nomor 12 tahun 2022, namun kini justru ia merasa keberatan setelah ada tambahan tiga pasal primer yang menjerat kliennya. Yakni pasal 6 huruf c, UU 12/2022 dan pasal 285 dan 289 KUHP tentang perkosaan dan pencabulan keduanya ancaman hukuman 12 tahun.
“Kami tentu keberatan, karena penetapan tersangka ini menyangkut hak asasi manusia, yang jelas kami berasumsi dari awal Pemyidik atau Polisi masih bingung untuk penetapan pasal, tetapi tadi dijelaskan ada petunjuk dari jaksa untuk penambahan pasal,” terangnya.
Sementara itu Kasi Humas Polres Tabanan, Iptu Gusti Made Berata membenarkan jika penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka JDA, ternasuk juga ada penyitaan barang bukti terkait perkara yang dimaksud sesuai petunjuk kejaksaan atau P19.
“Terkait penambahan pasal maupun alasan tersangka tidak dilakukan penahanan itu ranah di penyidik, silahkan konfirmasi langsung,”terangnya.
Terkait dengan penambahan pasal yang menjeratnya, Kadek Dwi Arnata alias Jero Dasaran Alit mengaku kaget. Alasannya di BAP penyidik sebelumnya, ada keterangan korban mengaku tidak ada ancaman atau kekerasan pemaksaan yang dilakukan oleh tersangka.
“Dia (korban) ini sudah mengatakan, tetapi di pasal 285 dan 289 KUHP intinya mengatakan adanya unsur paksaan dan kekerasan padahal bertentangan dengan keterangan BAP, jadi terkesan dipaksakan untuk bisa menjerat saya,” ucapnya. (Puspawati/balipost)