Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Tak terasa, momen puncak pemilihan umum presiden [Pilpres] semakin dekat. Komisi Pemilihan Umum [KPU] telah menetapkan pasangan calon presiden [capres] dan calon wakil presiden [cawapres] untuk Pilpres 2024,  Senin [13/11/2023] silam. Mereka adalah pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ketiga pasangan tersebut telah memenuhi ketentuan pasal 220 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di mana partai politik atau gabungan partai politik bisa mendaftarkan bakal pasangan calon, yaitu telah memenuhi ketentuan 25 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara sah secara nasional.

Kita yakini ketiga pasangan tersebut sebagai putra-putra terbaik bangsa, dengan segala plus dan minusnya. Bagi ketiga pasangan capres-cawapres kita yang maju dalam pilpres kali ini, momen-momen mendekati hari H pemilihan umum sudah barang tentu  akan dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai salah satu wahana untuk merebut simpati dan hati para calon pemilih, terutama mereka yang masuk kategori undecided voters alias mereka yang sama sekali belum menetapkan pilihan.

Ibarat dagang, ajang pemilihan umum bisa dibilang pada hakikatnya adalah ajang bagaimana menarik simpati dan hati konsumen, sehingga apa yang ditawarkan akhirnya dapat menjadi pilihan utama konsumen. Jika dalam dunia perdagangan barang dan jasa yang dijual adalah produk barang dan atau jasa, maka dalam pemilihan umum yang menjadi produk adalah kandidat beserta program-programnya.

Baca juga:  Jokowi Ciutkan Pilihan Cawapres dari 10 Jadi 5

Gimik Politik

Salah satu upaya untuk merebut simpati dan hati para calon pemilih menjelang pemilihan umum yaitu melakukan gimik politik [political gimmick]. Kamus Oxford mendefinisikan gimik sebagai sebagai setiap ‘trik atau sarana apapun yang dimaksudkan untuk kepentingan menarik perhatian, publisitas, atau kepentingan bisnis’. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], gimik adalah sesuatu alat atau trik yang digunakan untuk menarik perhatian. Secara umum, gimik dapat merujuk kepada pemanfaatan kemasan, tampilan, alat tiruan, serangkaian adegan untuk mengelabui, memberikan kejutan, menciptakan suatu suasana, atau meyakinkan orang lain. Dalam konteks pemasaran, gimik dipahami sebagai sebuah strategi pemasaran produk dengan menggunakan cara-cara yang tidak biasa agar cepat dikenal dan banyak diminati.

Sebagai sebuah strategi pemasaran, gimik tentu saja dapat digunakan di dalam jagad politik, lebih-lebih menjelang pemilihan umum tatkala atensi dan simpati publik sangat dibutuhkan. Namun, karena hanya sebatas strategi pemasaran politik, gimik politik tak akan pernah benar-benar memberikan informasi yang sebenarnya dibutuhkan para calon pemilih. Pada titik inilah, para pemilih sudah barang tentu perlu jeli. Jangan sampai mudah terkecoh dan terperdaya oleh gimik-gimik politik yang kerap mengaburkan substansi politik yang sesungguhnya. Ketimbang larut dalam gimik-gimik politik yang disodorkan di momen-momen menjelang pemilihan umum, lebih baik cermati visi, misi, dan program-program kerja para kandidat. Apakah visi, misi, dan program-program kerja mereka itu realistis serta masuk akal atau tidak.

Baca juga:  Bali dan Cipta Kerja

Terlepas dari gimik-gimik politik yang disodorkan, kita berharap mereka yang memenangi Pilpres 2024 dan terpilih menjadi pasangan pemimpin republik ini untuk masa lima tahun ke depan adalah pasangan yang mampu senantiasa menjunjung tinggi-tinggi aspek integritas. Kenapa? Karena integritas bagi seorang pemimpin, dalam level apa pun, adalah segala-galanya. Margaret Thorsborne [1998], penulis buku bertajuk “The Seven Heavenly Virtues of Leadership”, menyebutkan, integritas sebagai “walking the talk, doing what was promised” dan “clear and uncompromised values, and clarity about what’s right and wrong.” Integritas pada intinya terkait dengan sikap konsisten. Sikap konsisten ini tercermin dari adanya perbuatan yang selaras dengan perkataan. Di sisi lain, integritas terkait pula dengan ketegasan dalam mempertahankan nilai-nilai kebenaran.

Baca juga:  Prabowo Pertaruhan Nyawa demi Demokrasi dan HAM

Era digital seperti sekarang ini, di mana informasi begitu melimpah dan mudah didapat, mestinya dapat dimanfaatkan oleh para calon pemilih untuk melakukan penelusuran rekam jejak capres-cawapres yang tengah ikut kontestasi Pilpres 2024. Dengan begitu, para calon pemilih mampu mendapatkan gambaran yang lebih objektif dan lebih utuh tentang para kandidat dan tak cepat terpikat oleh gimik-gimik politik yang diapungkan. Jadilah calon pemilih yang cerdas dan kritis. Nasib bangsa dan negara kita tercinta ini sedikit banyak bakal ditentukan oleh tangan para pemilih tatkala mereka memutuskan memberikan suara mereka kepada kandidat pilihan mereka.

Kalah-menang dalam sebuah kontestasi pemilihan umum sesungguhnya adalah hal biasa. Yang paling krusial adalah apakah pihak yang didapuk sebagai pemenang pemilihan umum mampu menunaikan janji-janji politik mereka dan mampukah sosok pemimpin terpilih itu menjaga amanah yang dibebankan kepadanya.

Penulis, Kolumnis dan Bloger

BAGIKAN