Oleh Nyoman Sukamara
Viral di media sosial kejadian puluhan mobil yang mengalami pecah ban di titik yang sama di jalan Tol MBZ yang (untungnya) tidak berakibat korban jiwa, dan penyebabnya diklaim sebagai kelalaian penyelenggara. Hampir bersamaan, viral tewasnya pengguna yang jatuh dari jembatan kaca di salah satu tempat wisata di Banyumas, akibat kacanya pecah.
Sebelumnya, viral tewasnya seorang wanita pengguna akibat lift bermasalah di Bandara Kualanamu-Medan dan kejadian mirip di dua tempat lain, yang menewaskan 7 pekerja bangunan di Sekolah Az Sahra, dan yang menewaskan 5 pekerja muda di salah satu hotel di Ubud, Bali. Semuanya di tahun ini. Setahun lalu, 135 penonton tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang yang konon merupakan salah satu yang paling mengerikan yang pernah terjadi di dunia sepak bola.
Kecelakaan yang melibatkan publik, bisa disebabkan oleh ketidakamanan fasilitas publik akibat kelalaian penyelenggara, bisa juga karena kelalaian pengguna fasilitasnya, dan lebih sering disebabkan keduanya. Dalam kasus kecelakaan, kesalahan manusia (human error) adalah faktor utama. Bila dirunut, human error sering berupa ketidakdisiplinan (kelalaian). Kedisiplinan seharusnya menjadi sikap dan perilaku hidup sehari-hari setiap manusia. Sederhananya, disiplin adalah sikap dan perilaku menaati segala ketentuan mulai dari yang paling sederhana, sampai paling rumit (peraturan perundang-undangan). Peraturan perundang-undangan yang baik mememenuhi: i) aspek logika, mengatur segala sesuatu secara logis, ii) implementatif, sesuai konteks sehingga menjamin implemetasinya, dan iii) mempunyai tujuan menyejahterakan. Dengan demikian, kedisiplinan mematuhi peraturan perundang-undangan sesungguhnya akan menyejahterakan, termasuk menjamin keamaman/keselamatan. Sebaliknya, ketidakdisiplinan seseorang bisa berisiko fatal bagi dirinya, bisa juga bagi orang lain, bahkan banyak orang.
Kecelakaan sebagaimana kasus-kasus di atas, diawali oleh ketidakdisiplinan. Ketidakdisiplinan dalam pemenuhan standar-standar pemasangan lift, ketidakdisiplinan dalam pemenuhan standar pemasangan kaca jembatan, berakibat tewasnya orang dan orang-orang lain. Ketidakdisiplinan dalam pemenuhan standar-standar stadion, standar-standar penyelenggaraan pertandingan berkelindan dengan ketidakdisiplinan penonton telah menimbulkan begitu banyak korban jiwa. Kecelakaan sejenis dalam berbagai skala intensitas sering berulang. Kita sering gagal belajar dari pengalaman.
Berawal dari Tanggung Jawab
Masyarakat, juga ASN dan pejabat masing-masing mempunyai tanggung jawab, sesuatu yang harus dikerjakan dengan benar. Seseorang yang bertanggung jawab, akan melakukan kewajiban atau tugasnya dengan baik tanpa menunggu perintah apalagi pengawasan. Seseorang yang bertanggung jawab akan lebih memosisikan diri sebagai subjek alih-alih objek, lebih sebagai pelaku alih-alih korban. Sebaliknya orang yang tidak bertanggung jawab akan menyalahkan orang lain, bahkan mencari kambing hitam untuk risiko apapun
Membangun tanggung jawab adalah bagian dari membangun mental (attitude) manusia/masyarakat, karenanya tidak bisa dibangun dalam waktu singkat. Tanggung jawab tidak bisa dibangun melalui satu-dua kali pelatihan dalam beberapa jam, dan hasilnya direperesntasikan selembar sertifikat, sebaliknya, harus dilatih mulai dari hal-hal kecil sehingga akan membentuk kebiasaan (habit) bertanggung jawab. Mengenakan sabuk keselamatan pada saat mengemudi adalah bentuk tanggung jawab untuk menjamin keselamatan diri. Berhenti pada lampu lalulintas merah menyala adalah bentuk tanggung jawab menghindari tabrakan yang bisa mencelakakan diri dan pengendara lain.
Tanggung jawab harus dibangun melalui pembelajaran dalam setiap kegiatan di mana pun, di rumah, di sekolah di tempat kerja dan di masyarakat, yang memberi fokus seimbang antara proses dan hasil. Hasil yang baik adalah buah dari proses yang berjalan dengan baik Tanggung jawab akan terbentuk melalui proses berkelanjutan dari serangkaian pelaksanaan kegiatan/pembelajaran kehidupan. Proses ini yang sering tidak menjadi perhatian dan sering tidak berjalan semestinya yang berakibat kegagalan membangun tanggung jawab.
Memahami Makna Pekerjaan
Pekerjaan, apa pun jenisnya, seharusnya adalah refleksi tujuan hidup seseorang. Tujuan hidup seharusnya lebih dari sekadar cita-cita dan hasrat. Angela Duckworth (2021) membagi tiga pandangan seseorang tentang pekerjaan: i) sebagai profesi, pemenuhan kebutuhan hidup sama seperti bernafas dan tidur, ii) sebagai karier, jenjang untuk pekerjaan berikutnya, dan iii) sebagai panggilan hidup, hal terpenting dalam hidup, sesuatu yang menghasilkan manfaat kepada orang lain/masyarakat.
ASN dan pejabat publik yang sejatinya adalah pelayan publik, selayaknya memandang pekerjaan tidak hanya sebagai profesi, atau karier tetapi sebagai sebuah panggilan hidup, yang memberikan manfaat kepada orang lain/masyarakat. Sehingga melaksanakan tugas dan fungsi secara disiplin memenuhi segala peraturan perundang-undangan sesungguhnya adalah eksekusi dengan baik sebuah tanggung jawab yang pada akhirnya akan berkontribusi dalam pencapaian kesejahteraan individu dan masyarakat.
Penulis, Widyaiswara BKPSDM Provinsi Bali