Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jadwal debat capres-cawapres untuk Pilpres 2024. Seluruhnya ada lima kali debat.

Seluruh debat akan disiarlangkan secara nasional oleh media massa elektronik melalui lembaga penyiaran televisi publik maupun lembaga penyiaran televisi swasta.

Pertanyaannya adalah seberapa besar pengaruh debat lewat media terhadap elektabilitas kandidat dalam ajang pemilihan umum? Apakah debat dapat mempengaruhi preferensi calon pemilih?

Ditilik dari aspek etimologis, kata debat berasal dari kata bahasa Prancis kuna debatre. Makna harfiahnya adalah bertempur. Dalam pengertian sekarang ini, debat lebih dimaknai sebagai perbantahan atas sebuah masalah yang mengundang pro dan kontra dari mereka yang terlibat dalam perbantahan.

Debat sudah sejak lama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari khazanah akademik. Selain untuk mengasah nalar para akademisi, debat diperlukan untuk mencari kebenaran atas suatu masalah. Debat menjelang pemilihan umum tentu lebih banyak bertujuan untuk mengatrol citra serta elektabilitas kandidat ketimbang untuk melatih nalar kandidat dan atau untuk mencari kebenaran atas suatu masalah.

Akan halnya tradisi debat menjelang pemilihan umum yang disiarkan langsung lewat televisi agaknya pelopornya adalah Amerika Serikat (AS) yang notabene sebagai salah satu negara yang menjadi biang sistem demokrasi modern. Rangkaian debat pemilihan umum pertama kali yang disiarkan televisi di Amerika Serikat yaitu debat antara Richard M Nixon dan John F Kennedy pada pilpres tahun 1960. Sejak itulah, debat pemilihan umum lewat televisi menjadi tradisi yang melekat kuat dan menjadi bagian dari proses pemilihan presiden di Negeri Paman Sam.

Baca juga:  Menuju Bali Bebas Sampah Plastik

Debat menjelang pemilihan umum di televisi juga dimaksudkan sebagai wahana agar publik dapat menilai serta memperoleh gambaran lebih jelas mengenai visi-misi hingga program-program dari pasangan calon pemimpin yang hendak kita pilih.

Maka, kini, selain beriklan, menggelar kampanye, dan melakukan safari menemui beragam kelompok masyarakat dan kalangan di banyak tempat, para calon pemimpin kita yang ikut dalam kontestasi pemilihan umum juga harus mengikuti beberapa kali debat yang diselenggarakan oleh KPU. Harapannya yaitu publik luas dapat mengetahui paling tidak secara garis besar seperti apa pandangan, sikap, atau barangkali kebijakan yang akan diambil para kandidat atas sejumlah permasalahan yang harus mereka tangani jika nanti mereka terpilih.

Bagi ketiga pasangan capres-cawapres kita yang maju dalam Pilpres 2024, momen debat sudah selayaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai salah satu wahana untuk merebut simpati dan hati para calon pemilih, terutama mereka yang masuk kategori undecided voters alias belum memiliki pilihan pasti.

Baca juga:  Pola Konsumsi Zaman “Now”

Preferensi pemilih

Secara umum, debat capres di televisi tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap preferensi para pemilih. Artinya, apa pun yang terjadi dan berlangsung sepanjang  dan setelah debat tidak bakal banyak mengubah sikap dan pendirian para calon pemilih.

Kajian yang dilakukan oleh Mitchel S McKinney and Benjamin R Warner (2013) dan juga beberapa kajian sebelumnya menunjukkan bahwa debat capres berpengaruh secara kecil saja terhadap sikap dan keputusan para pemilih. Sebagian besar pemilih (86,3%) ternyata telah memiliki pilihan yang mantap jauh sebelum debat dilangsungkan. Debat hanya berpengaruh kepada sebagian kecil pemilih (7%) yakni yang sebelumnya belum memiliki pilihan kemudian memutuskan untuk memilih calon tertentu dan sebagian kecil lain (3,5%) yang sebelumnya telah memiliki pilihan kemudian berpindah menjatuhkan pilihan ke kandidat lain setelah debat capres dilangsungkan.

Debat capres lewat televisi sesungguhnya hanya menguji satu hal kemampuan kandidat secara cepat untuk merespon pertanyaan yang diajukan dalam alokasi waktu yang disediakan. Adalah mustahil dalam debat televisi yang waktunya sangat terbatas itu kandidat berbicara panjang lebar dan mendalam memaparkan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuhnya tatkala mereka terpilih nanti.

Baca juga:  Masa Kehidupan Baru: Rasionalisasi atau Tendensi

Rakyat kita sekarang ini sudah semakin pintar. Mereka tidak cukup hanya diyakinkan oleh kata-kata dan juga oleh penampilan. Apalagi kata-kata dan penampilan yang dipertontonkan dalam sebuah debat televisi, yang dibatasi durasi. Saat ini, rakyat dapat dengan mudah mencari dan menelusuri bagaimana integritas dan rekam jejak para kandidat yang maju untuk Pilpres 2024. Karenanya, dengan sendirinya mereka sejak jauh hari sudah mampu menilai siapa yang layak mereka sokong dan kemudian mereka pilih untuk menjadi pemimpin mereka.

Kita barangkali masih ingat dengan pepatah bahasa Latin yang berbunyi facta non verba. Bekerja itu jauh lebih penting daripada kata-kata. Memimpin itu adalah bekerja. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang lebih banyak bekerja ketimbang banyak bicara.  Tentu saja, rakyat rindu pemimpin seperti ini, pemimpin yang bekerja siang-malam demi rakyatnya, bukan demi kepentingannya sendiri dan kelompoknya. Rakyat menunggu apa yang akan dan harus diperbuat oleh para kandidat begitu mereka terpilih dan dilantik secara resmi sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.

Penulis, kolumnis dan blogger

BAGIKAN