MANGUPURA, BALIPOST.com – Warga Negara (WN) Australia berinisial DJB (34) dideportasi usai menjalani tahanan atas perkara penganiayaan yang dilakukannya. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, Minggu (17/12) menjelaskan DJB pernah datang ke Indonesia pada tahun 2016 untuk menjadi sukarelawan mengajar warga lokal pada sebuah yayasan sosial di Jawa Barat.
Pada 5 Agustus 2023, dia kembali ke Indonesia dengan menggunakan visa kunjungan sosial budaya melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Kedatangannya membawa misi sama, yakni menjadi sukarelawan mengajar warga lokal yang berada pada yayasan sosial di Jawa Barat. Selain mengajar, DJB juga menjalankan bisnis bersama temannya sambil liburan di Bali. Namun di Bali, dia terlibat penganiayaan. DJB memukul wajah seseorang berinisial D karena ia mengaku kesal lantaran D mengintimidasi dan melecehkan partnernya.
Selang seminggu kemudian polisi menghampiri kediamannya yang berada di daerah Kerobokan atas laporan penganiayaan yang dilayangkan D kepada pihak kepolisian. DJB ditangkap 1 September 2023. Oleh hakim PN Denpasar, dia diputus bersalah dna dihukum selama tiga bulan dan tujuh hari. Pada 7 Desember 2023 DJB dinyatakan bebas. Pihak Lapas Kerobokan selanjutnya menyerahkan DJB kepada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai untuk dilakukan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi sesuai prosedur bagi orang asing pascamenjalani pidana penjara.
Dikarenakan pendeportasian belum dapat dilakukan maka Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali menyerahkan DJB ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 9 Desember 2023 untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut. Dudy menerangkan setelah DJB didetensi selama enam hari dan telah lengkap segala persyaratan administrasi pemulangan, akhirnya DJB dapat dideportasi ke kampung halamannya dengan seluruh biaya ditanggung oleh yang bersangkutan.
DJB dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada 16 Desember 2023 dengan tujuan akhir Brisbane, Australia. “Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan, dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” tutup Dudy. (Miasa/balipost)