JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah sedang mempelajari dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di balik maraknya sejumlah besar pengungsi Rohingnya yang masuk ke sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Menurut Wapres, praktik TPPO harus dicegah agar isu pengungsi Rohingya tidak menjadi masalah yang berlarut-larut, mengingat Indonesia bukanlah negara yang meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951.
“Kita mulai mempelajari kenapa mereka datang ke sini, kan Indonesia bukan negara tujuan, tetapi semacam transit. Tetapi di sini menurut informasi itu ada TPPO juga, nah ini yang harus dicegah jangan sampai nanti ke depan menjadi masalah yang berlanjut,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin setelah menghadiri Acara Hari Pekerja Migran Internasional Tahun 2023 di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (18/12).
Dia menjelaskan bahwa dalam penanganan pengungsi Rohingya, pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan UNHCR, termasuk untuk mencari tempat penampungan yang tidak mengganggu kehidupan warga lokal, juga dalam pencegahan TPPO.
“Kemudian juga mencegah kemungkinan adanya upaya untuk mendatangkan (pengungsi Rohingya) oleh sindikat TPPO yang diduga ada di belakang kedatangan Rohingya itu. Kita akan mewaspadai itu,” kata Wapres, menegaskan.
Wapres Ma’ruf mengatakan bahwa keputusan pemerintah untuk menampung para pengungsi Rohingya didasarkan asas kemanusiaan. “Tetapi tentu ini juga memerlukan biaya besar, karena itu kita berkoordinasi dengan UNHCR yang bertanggung jawab (menangani pengungsi),” kata dia.
Sementara itu, Satuan Reserse Kriminal Polresta Banda Aceh menangkap dan menetapkan seorang warga etnis Rohingya, Muhammed Amin atau MA, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana penyeludupan manusia ke Indonesia.
“Tersangka berinisial MA, umur 35 tahun, asal Myanmar; yang bersangkutan adalah pengungsi Camp 1 Blok H-88 Kutupalum, lokasi penampungan etnis Rohingya di Cox’s Bazar Bangladesh,” kata Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli di Banda Aceh, Aceh, Senin.
Fahmi menjelaskan tersangka MA merupakan salah seorang etnis Rohingya dalam rombongan 137 pengungsi Rohingya yang mendarat di Pesisir Pantai Dusun Blang Ulam, Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, pada Minggu (10/12).
Rombongan pencari suaka asal Rohingya tersebut kini masih berada di parkiran bawah tanah Balai Meseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh.
MA ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu (15/12) dan ditahan di Mapolresta Banda Aceh. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, MA mengaku dia ditugaskan untuk mengajak dan mengkoordinasi warga etnis Rohingya untuk pergi meninggalkan kamp penampungan dari Cox’s Bazar di Bangladesh menuju ke Indonesia, dengan syarat warga yang ingin ikut harus membayar sejumlah uang.
“Tersangka bertugas sebagai pengemudi kapal yang dibantu oleh saksi AH dan HB. Kemudian, tersangka juga bertugas untuk membagikan makanan dan minuman kepada penumpang kapal dan dibantu oleh saksi AH,” kata Fahmi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, setiap warga etnis Rohingya yang hendak keluar dari kamp di Bangladesh menuju ke Indonesia dikenakan biaya sebesar 100-120 ribu taka atau sekitar Rp14-16 juta per orang.
Berdasarkan data UNHRC dalam satu bulan terakhir, gelombang pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia telah melebihi 1.600 orang, yang sebagian besar di antaranya mendarat di Aceh. (Kmb/Balipost)