DENPASAR, BALIPOST.com – Kemacetan menjadi salah satu masalah yang tidak kunjung terselesaikan. Pascapandemi, kemacetan justru semakin menjadi-jadi.

Masalah kemacetan ibarat benang kusut, tidak jelas ujung dan pangkalnya. Salah satu penyebab kemacetan karena jumlah kendaraan yang terus bertambah, sementara infrastruktur jalan tidak mendukung. Selain itu, penggunaan transportasi publik masih sangat terbatas.

Menurut Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia MTI Bali, I Made Rai Ridharta kelahiran transportasi publik ini seperti bayi yang mengalami stunting. Disebut mengalami stunting alias pertumbuhan lambat, menurut Rai, karena dari sekitar 17 koridor yang direncanakan, hanya 8 koridor saja yang baru terealisasi.

Padahal Trans Sarbagita sudah dimulai sejak lama, begitu pula Bus Trans Metro Dewata. Penambahan koridor berjalan sangat lambat, sehingga penyediaan transportasi publik yang menjangkau lebih banyak trayek tidak kunjung terwujud.

Dampak transportasi publik yang mengalami stunting ini, lanjut Rai adalah warga lebih memilih menggunakan angkutan pribadi terutama sepeda motor. Angkutan umum harus memenuhi sejumlah aspek meliputi kecepatan, pembiayaan, kenyamanan dan keselamatan serta konektivitas yang lebih baik dengan mempersiapkan first mile dan last mile.

Baca juga:  Jadi Pembawa Baki Penurunan Bendera HUT ke-79 RI di IKN, Begini Perasaan Tri Setia

Koridor utama dan feeder harus disiapkan lebih awal untuk menggaet minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum.

Transportasi publik yang ada di Bali belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat Bali. Padahal, penyediaan trasnportasi publik oleh pemerintah salah satu tujuannya untuk mengurai kemacetan di Bali. Terutama di daerah tujuan pariwisata. Pasalnya, kemacetan yang terjadi di Bali terutama di Bali bagian selatan sudah tak terhindarkan.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW. Samsi Gunarta, tidak menampik terjadinya kemacetan di beberapa titik di Bali. Terutama di daerah tujuan wisata.

Namun, di sisi lain kemacetan yang terjadi menandakan bahwa ekonomi di wilayah tersebut tumbuh, karena ada peningkatan kedatangan wisatawan ke Bali. Dan ini patut disyukuri. Kendati demikian, Pemerintah Provinsi Bali terus berupaya mencarikan solusi untuk mengurai kemacetan yang terjadi. Menurutnya, mengurai kemacetan merupakan bagian dari seni dalam mengelola perkotaan.

Baca juga:  Makin Turun, Kasus COVID-19 Bali Bertambah Belasan Orang

Perencanaan transportasi publik di Bali sesungguhnya telah diupayakan dengan serius oleh pemerintah. Beberapa yang sudah dieksekusi, diantaranya Bus Trans Sarbagita dan Bus Trans Metro Dewata. Proyek angkutan umum berbasis kendaraan bus ini, menjadi penanda lahirnya transportasi publik yang murah dan nyaman sekaligus modern.

Pada era tahun 1980 hingga 1990 an, transportasi publik di Bali pernah mengalami masa jayanya. Banyak warga yang menggunakan angkutan umum untuk mobilitas. Jumlah angkutan umum ketika itu cukup banyak baik untuk dalam kota (angkot) maupun angkutan antar kota dalam porvinsi (AKDP).

Namun saat kepemilikan sepeda motor menjadi lebih mudah dan murah, masyarakat menjadi enggan menggunakan transportasi publik. Secara ekonomi, menggunakan sepeda motor juah lebih murah, selain itu juga dapat menjangkau semua wilayah yang dituju. Transportasi publik baik yang angkot maupun AKDP ditinggalkan bahkan lambat laun mengalami kepunahan.

Baca juga:  Dari Tutup Akses Wisata di 3 Pantai hingga Pasti Ditolak Jadi Anggota Komcad

Di Denpasar, jumlah angkot yang masih tersisa hanya 2 unit. Sejak sekitar 10 tahun yang lalu, tidak ada izin trayek bagi angkota baru yang dikeluarkan Dinas Perhubungan Kota Denpasar. Sepinya penumpang, membuat pemilik angkot enggan meremajakan atau memperpanjang izin trayeknya.

Risiko lain yang dihadapi masyarakat yang memilih menggunakan angkutan pribadi terutama sepeda motor, selain kemacetan adalah tingginya angka kecelakaan lalu lintas di Bali. Menurut pihak Jasa Raharja, Bali menjadi daerah dengan kecelakaan lalu lintas tertinggi di Indonesia. Berdasarka data, di tahun 2022 jumlah kecelakaan lalu lintas 3.620 kejadian, dengan 502 orang meninggal, 59 orang luka berat dan 5.083 orang luka ringan. (Tim BP/balipost)

BAGIKAN