NEGARA, BALIPOST.com -Desa Adat Manggissari yang berada di perbatasan Buleleng-Jembrana memiliki potensi perkebunan rakyat. Sebagian besar krama desa yang terbagi dua banjar ini, bermata pencaharian dari hasil bumi baik buah-buahan, cengkeh dan tanaman lain.

Bentuk syukur dari hasil perkebunan itu, krama Desa Manggissari juga memiliki tradisi tahunan ngusaba yang dipusatkan di Pura Subak Puncaksari. Uniknya masing-masing krama menghaturkan tegteg berupa hasil bumi mereka dengan berjalan kaki menuju Pura Subak Pucaksari yang lokasinya tepat di perbatasan dengan Kabupaten Buleleng.

Setiap ritual ngusaba, masyarakat setempat yang sebagian besar bermata pencaharian dari hasil bumi, menggelar upacara dengan prosesi yang diwariskan secara turun menurun. “Di halaman dalam Pura ini, pada saat ngusaba penuh dengan tegteg sebagai bentuk syukur dari hasil tanaman kebun krama,” ujar Bendesa Manggissari, I Nyoman Linggih.

Baca juga:  Puluhan Hektare Sawah di Bangli Beralih Fungsi

Dengan karakteristik wilayah di perbukitan, sejumlah hasil bumi mereka dapatkan dan menjadi sumber pendapatan dari krama. Pura Subak Puncaksari juga berada tepat di depan terdapat Pura Taman Puncaksari yang dulunya menjadi awal warga memohon agar panen kebun warga berjalan lancar.

Di pura ini masih terkait dengan Pura Subak saat digelar upakara nangluk merana. Sebelum 1928, pernah terjadi wabah membuat hasil perkebunan tidak panen. Warga kemudian berkumpul memohon tirta digunakan upakara nangluk merana. Sampai sekarang di tiap tilem sasih keenam digelar upacara tersebut.

Di dekat Pura tersebut, juga merupakan lokasi Pohon Manggis yang merupakan asal muasal penglingsir menamai desa. “Sebelumnya Desa kami bernama barakseng. Karena ada bangunan warisan zaman Belanda yang beratapkan seng merah (barak). Kemudian diubah menjadi Manggissari pada tahun 1928 lantaran di Selatan bangunan itu ada pohon manggis yang sangat besar dan sepanjang sejarah tidak pernah berbuah, hanya berbunga terus menerus,” terangnya.

Baca juga:  Jokowi Ungkap Isi Pembicaraan dengan Sri Paus Fransiskus

Awalnya Desa Adat Manggissari terdiri dari tiga banjar adat, namun pada tahun 1997, karena letak geografis satu banjar yakni Juwuk Manis jauh, kemudian dilakukan pemekaran desa adat. Nyoman Linggih mengatakan dengan Bupda dari sejumlah sektor usaha jasa maju, Bupda Desa Adat Manggissari juga terpilih menjadi Bupda percontohan di tingkat Provinsi Bali.

Ke depan, nantinya akan dikembangkan untuk bergerak dengan potensi perkebunan yang ada. Sejumlah hasil bumi yang dihasilkan dari wewidangan Desa Adat juga menjadi unggulan. Baik itu buah seperti durian, manggis, kopi, pala dan cengkeh.

Baca juga:  Kurir 2 Kilo Narkoba Ditangkap di Gilimanuk

Untuk ritual ngusaba di Pura Subak Puncaksari menurutnya rutin dilakukan dan disambut sukacita oleh krama. Bahkan dengan berjalan kaki lebih dari 3 kilometer menuju Pura Subak tersebut.

Desa Adat menjaga tradisi ini secara turun menurun hingga saat ini masih dilaksanakan. Desa Adat Manggissari juga dikenal dengan obyek wisata Bunut Bolong dan sejumlah spot wisata lain. Diharapkan dengan sejumlah potensi ini baik pariwisata, pertanian dan adat istiadat menjadi kekuatan desa adat untuk maju. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN