Arsip - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) diperiksa oleh Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2024). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com -Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian (Kementan) 2019-2021 Momon Rusmono dipanggil sebagai saksi oleh penyidik KPK dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan dengan tersangka mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian periode 2019-2021 Momon Rusmono. Demikian disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikutip dari Kantor Berita Antara, Senin (15/1).

Selain itu, penyidik KPK hari ini juga menjadwalkan pemanggilan sejumlah saksi lain yang berasal dari unsur pegawai Kementerian Pertanian antara lain ajudan menteri pertanian Panji Harjanto, Kepala Bagian Rumah Tangga Biro Umum dan Pengadaan Abdul Hafidh, dan Kepala Biro Umum pada Kementerian Pertanian RI Tahun 2018-2020 Maman Suherman.

Kemudian Kepala Subbagian Rumah Tangga Pimpinan, Biro Umum dan Pengadaan Isnar Widodo dan Staf Sekretariat Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Ahmad Musyafak.

Baca juga:  Temu Bisnis II Diharap Percepat Realisasi Pengadaan Barang dan Jasa

KPK pada Jumat (13/10/2023), resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Kedua tersangka menyusul Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) yang telah lebih dulu ditahan pada Rabu (11/10/2023).

Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian untuk periode 2019 sampai 2024.

Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.

Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.

SYL, papar Alex, menginstruksikan dengan menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.

Baca juga:  Bamsoet Siap Perbarui Laporan Harta Kekayaan

Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Atas arahan SYL, tersangka KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I, dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL kisaran mulai 4.000 dolar AS sampai 10.000 dolar AS.

KPK pun menyebut terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap para ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya.

Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

Penggunaan uang oleh SYL, kata KPK, juga diketahui oleh KS dan MH, di antaranya untuk kepentingan pribadi SYL, seperti pembayaran cicilan kartu kredit, kredit mobil Alphard, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, pengobatan dan perawatan wajah keluarganya senilai miliaran rupiah.

Baca juga:  Terkait Pungli, KPK Geledah 3 Rutan

Selain itu, Alex menjabarkan bahwa penyidik menemukan ada aliran dana dari SYL ke Partai NasDem. Komisi antirasuah juga mendapati adanya penggunaan uang lain oleh SYL bersama KS dan MH untuk ibadah umrah.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk tersangka SYL juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN