Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng., diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (16/1). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang kasus dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun 2018-2022, Selasa (16/1) masih berlanjut. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng., dihadirkan sebagai terdakwa.

Dalam sidang yang menghadirkan auditor investigasi, I Gede Auditta Perdana Putra, secara online itu, Hotman Paris Hutapea, Gede Pasek Suardika dkk., mempertanyakan kesimpulan investigasi dengan temuan kerugian SPI Unud mencapai Rp 335,352 miliar karena pungutan tidak sah sebagai ketentuan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK).

Baca juga:  Pascagagalnya Rencana Reklamasi, Badung akan Normalisasi Teluk Benoa

JPU sempat menanyakan soal hubungan antara terdakwa Prof. Antara yang saat itu menjabat WR 1, yang tidak harmonis dengan Rektor Unud saat itu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). Terdakwa mengaku merasakan hal itu. Ia mengungkapkan ketidakharmonisan itu dirasakan sejak dia mengutarakan ingin maju sebagai calon rektor periode berikutnya.

“Dan saya sampaikan ke ibu rektor. Mungkin beliau tidak berkenan, karena saya dari Fakultas Teknik. Dari pada saya sembunyi-sembunyi, saya lebih baik terbuka. Sejak saat itu hubungan tidak harmonis,” ucap Prof. Antara di depan persidangan.

Baca juga:  Toya Devasya

Saat disinggung terkait chat akan ada audit SPI, yang dikirim ke Putra Sastra. Terdakwa mantan rektor mengatakan bahwa pihaknya di Unud selalu ada audit. Setidaknya ada lima instansi berbeda yang melakukan audit.

Prof. Antara sempat ditanya kuasa hukumnya, Agus Saputra, soal perasaan terkait dakwaan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 12e, Pasal 9 UU Tipikor? Prof. Antara menangis mengaku tidak mengerti. “Sejujurnya saya tidak mengerti. Satu rupiah saya tidak korupsi. Dan sampai saat ini saya bilang tidak ada korupsi. Saya ikuti sidang ini, ” jawab Prof. Antara menangis.

Baca juga:  Bandara Bali Utara, Pandemi dan Masa Depan Bali

Ketika ditanya terkait dalam dakwaan JPU memaksa minta calon mahasiswa membayar SPI? “SPI itu kebijakan rektor. Bukan kami. Kami itu bekerja atas penugasan rektor. Kok kami berempat ditersangkakan,” sebut Prof. Antara.

Pertama kali dipungut SPI, Unud menerima Rp 86 miliar, yang masuk dalam PNBP. “Kami masih bingung, mengapa kami dipenjara. Mengapa kami ditersangkakan,” katanya. (Miasa/balipost)

BAGIKAN