NEGARA, BALIPOST.com – Populasi burung langka Jalak (Curik) Bali (Leucopsar rothschildi) di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) menunjukkan tren positif. Pada tahun 2001, populasi burung endemik Bali Barat ini hanya tercatat 6 ekor di alam liar.
Namun, pada tahun 2023, angka populasinya melonjak drastis menjadi sekitar 600 ekor. Bahkan, sebaran burung ikonik ini telah meluas hingga keluar wilayah TNBB, mencakup Buleleng dan Jembrana.
Kepala Balai TNBB, Agus Ngurah Krisna Kepakisan, Kamis (18/1) mengatakan upaya menjaga populasi burung ini dilakukan melalui pendekatan in situ dan ex situ. Pendekatan in situ dilakukan dengan menjaga habitat alami Curik Bali di TNBB. Sementara itu, pendekatan ex situ dilakukan dengan penangkaran di luar TNBB.
“Pendekatan ex situ ini terbukti efektif dalam meningkatkan populasi Curik Bali. Saat ini, ada 12 penangkar Curik Bali di luar TNBB. Setiap penangkar diwajibkan untuk melepas 10 persen populasi ke alam liar,” kata Agus.
Upaya lain yang dilakukan untuk menjaga populasi Curik Bali adalah pemantauan oleh petugas konservasi dan masyarakat sekitar TNBB. Pemantauan ini dilakukan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan burung-burung ini.
“Selain itu, kami juga melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian Curik Bali,” kata Agus.
Peningkatan populasi Curik Bali merupakan kabar baik bagi upaya konservasi satwa liar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat telah membuahkan hasil.TNBB juga rutin melakukan pelepasliaran Curik Bali dengan menyebar lokasi pelepasan.
Curik Bali merupakan burung endemik Bali Barat yang memiliki bulu berwarna putih dengan ekor panjang berwarna hitam. Burung ini termasuk dalam daftar satwa dilindungi di Indonesia. Sebelumnya dikenal dengan Jalak Bali, namun ditetapkan menggunakan nama Curik Bali.
Secara historis, Curik Bali dulunya sebelum mengalami penurunan (hampir langka) dan hanya dapat ditemui hingga di wilayah Seririt (Buleleng) dan Negara. Selama hampir 13 tahun (sejak 2001), perkembangbiakan Curik Bali terus meningkat dengan pola in situ dan ex situ dengan memberikan ijin penangkaran diluar TNBB. Dari 600 ekor Curik Bali yang terpantau di alam saat ini tersebar di sejumlah titik sekitar TNBB. Bahkan jalur jelajah sekitar 5,8 kilometer dari Cekik hingga Tegal Bunder.
Yang paling penting untuk menjaga populasi diluar penangkaran adalah perlunya penyadaran kepedulian masyarakat melalui pendampingan dari TNBB untuk menjaga Curik Bali. Strategi membuka penangkaran di luar Bali cukup berhasil dapat menambah populasi.
Kebijakan itu awalnya melihat populasi Curik Bali di habitatnya Bali Barat yang sangat kecil. Dan tentunya kondisi ini bukan hanya menjadi tanggung jawab Provinsi Bali, karena secara perilaku dapat dikondisikan dikembangbiakkan di luar Bali. Karena itulah dilakukan upaya penangkaran di luar TNBB.
Mekanismenya dengan ijin penangkaran. Calon penangkar harus memiliki kelayakan kandang, kesehatan satwa dan jelas asal-usul indukan yang dikembangkan. Pengawasan, monitoring dan evaluasi izin penangkaran juga dilakukan dengan masa berlaku 5 tahun.
Ternyata melalui kebijakan itu, justru lebih banyak populasinya dibanding di Bali Barat sendiri. Tiap penangkaran juga diwajibkan mengembalikan 10 persen ke alam dan cukup berhasil menambah populasi di Bali Barat. Disamping juga adanya sanctuary di dalam kawasan konservasi TNBB.
Status Curik Bali saat ini masih dilindungi tetapi dari sisi kelangkaan, dilihat dari jumlah populasi saat ini masih masuk rentan jumlah. Hingga tahun 2022, jumlah penangkaran paling banyak berada di Jawa Tengah yakni 252 pemegang izin, disusul Yogyakarta 21 pemegang izin dan belasan di Jawa Timur dan Jawa Barat. Sedangkan di Bali, ada 16 pemegang izin. (Surya Dharma/balipost)