JAKARTA, BALIPOST.com – Calon wakil presiden nomor Urut 2, Gibran Rakabuming Raka, “menyentil” rivalnya, cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, karena menggunakan botol minum berbahan plastik. Padahal, menurut Gibran, debat sedang membahas soal lingkungan hidup dan keadilan ekologis.
“Gus Muhaimini ini lucu ya, menanyakan masalah lingkungan hidup, tetapi itu kok pakai botol-botol plastik itu. Padahal saya, Pak Ganjar, Prof. Mahfud pakai botol (berbahan) kaca. Itu bagaimana komitmennya, botol plastik semua itu,” kata Gibran saat debat keempat Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta, Minggu (22/1).
Walaupun demikian, Gibran tak melanjutkan itu. Ia kemudian menjawab pertanyaan Muhaimin kepada dirinya mengenai strategi pembangunan yang mempertimbangkan keadilan ekologis.
“Tetapi nggak apa-apa, kita kembali lagi ke topik ya. Intinya, di sini kita sudah berkomitmen untuk yang namanya pembangunan tidak boleh lagi Jawa-sentris, harus mulai Indonesia-sentris. Kemarin, Gus Muhaimin menolak IKN (Ibu Kota Nusantara), tidak apa-apa, akan kita lanjutkan dan akan kita perkuat IKN itu,” kata Gibran dikutip dari Kantor Berita Antara.
Dia melanjutkan pasangan Prabowo-Gibran pada prinsipnya menggunakan prinsip keseimbangan dalam pembangunan.
“Sekali lagi yang namanya pembangunan yang masif harus mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan keberlanjutannya. Kita pastikan mencari titik tengah, sekali lagi titik tengah, titik keseimbangan, membangun hilirisasi industri, tetapi harus memerhatikan lingkungan hidup, menggenjot produktivitas para petani, sektor maritim, tetapi juga menjaga keseimbangan alam. Pastikan sekali lagi AMDAL, analisa lingkungan, sustainability report bisa tersajikan dengan baik,” ujar Gibran menjawab pertanyaan Muhaimin Iskandar.
Walaupun demikian, Muhaimin mengaku tak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
“Pertanyaan saya tidak terjawab sama sekali, karena di undang-undang kita dinyatakan bahwa potensi bioregional kita adalah bahwa wilayah nasional tidak terbagi secara politik-administrasi, tetapi ekosistem, lingkungan, sekaligus juga komunitas masyarakat yang tumbuh menjadi pertimbangan,” kata Muhaimin menanggapi Gibran.
Namun, Gibran menolak dikatakan tidak menjawab pertanyaan Muhaimin. Bagi Gibran, poin-poin mengenai pemerataan yang disampaikan Muhaimin telah disampaikan oleh Gibran.
“Loh katanya tidak menjawab pertanyaan, tetapi Gus Muhaimin ngomogin pemerataan itu kan tadi yang saya omongin Gus, pembangunan yang tidak lagi Jawa-sentris harus Indonesia-sentris. Pembangunan IKN sebagai simbol transformasi pembangunan Indonesia, Papua, dan lain-lain, itu kan sudah saya jawab,” kata Gibran.
“Intinya sekali lagi pembangunan tidak boleh Jawa-sentris, harus memerhatikan masyarakat di luar Jawa, (sehingga mereka) bisa merasakan akses konektivitas lebih baik, menurunkan inflasi, gini ratio, meningkatkan peluang kerja, menumbuhkan titik pertumbuhan ekonomi baru. Itu kan sudah saya jawab Gus, mungkin Gus Muhaimin tidak paham dengan pertanyaan yang diberikan ke saya, mungkn dapat contekan dari Pak Tom Lembong,” kata Gibran ke Muhaimin.
Debat keempat mengangkat tema-tema antara lain energi, sumber daya alam (SDA), pangan, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria, desa, dan masyarakat adat. Debat itu kelanjutan dari debat pertama pada 12 Desember 2023, debat kedua pada 22 Desember 2023, dan debat ketiga pada 7 Januari 2024.
Untuk debat keempat, KPU menunjuk 11 ahli, praktisi, dan perwakilan dari organisasi masyarakat sipil sebagai panelis, di antaranya Prof Sulistyowati Irianto (Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia), Prof Hariadi Kartodihardjo (Ahli Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup/Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB), dan Dewi Kartika (Ahli Agraria/Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria).
Kemudian Fabby Tumiwa (Ahli Transisi Energi/Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform), Prof. Arif Satria (Ahli Ekologi Politik/Rektor Institut Pertanian Bogor), Rukka Sombolinggi (Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), dan Tubagus Furqon Sofhani (Ahli Perencanaan Wilayah dan Pedesaan Institut Teknologi Bandung). (kmb/balipost)