Mahendra Jaya. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pencoblosan Pemilu Serentak 2024 tinggal 3 pekan lagi. Suhu politik di tanah air, termasuk di Bali sedang panas-panasnya. Netralitas pegawai aparatur sipil negara (ASN) maupun pegawai non ASN di lingkungan pemerintahan sangat diharapkan.

Apalagi, Bali masuk 10 besar indeks kerawanan pemilu (IKP) 2024 yang dirilis oleh Bawaslu RI, dengan skor 71,96 persen. Untuk menjadi contoh yang baik, sebagai Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya memastikan tetap berkomitmen untuk menjaga netralitas dan menjadi contoh bagi seluruh pegawai Pemprov Bali agar tidak berpolitik praktis. “Semua pihak berhak untuk turut memantau saja, dan jika menemukan saya melakukan pelanggaran, maka boleh melaporkan ke Bawaslu. Karena selaku penjabat saya hanya memiliki politik negara untuk menjalani tugas negara sesuai kebijakan Presiden RI,” tegas Mahendra Jaya saat menerima kunjungan kerja On The Spot (OTS) Prioritas Nasional ke Provinsi Bali oleh Tim Sekretariat Dewan Ketahanan Nasional, di Wiswa Sabha Pratama, Selasa (23/1).

Baca juga:  Ribuan ASN di Buleleng Deklarasi Netralitas Pilkada Serentak 2024

Mahendra Jaya mengungkapkan bahwa jumlah pemilih di Bali sebanyak 3.269.516 orang nantinya akan tersebar menggunakan hak pilihnya di 12.809 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Untuk menjaga netralitas ASN, pihaknya juga bekerjasama dengan instansi terkait dan sejumlah OPD.

Langkah yang dilakukan untuk menjaga netralitas ASN dan non ASN diantaranya dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor B.09.800/17097/IR.I/itprov. Selanjutnya untuk menjaga netralitas menyambut pesta demokrasi mendatang juga dilaksanakan sosialisasi ke seluruh ASN dan non ASN. Salah satunya yakni membuat Pakta Integritas dan Video Ikrar Netralitas pada Pemilu 2024.

Koordinator Tim Sekretariat Dewan Ketahanan Nasional, Irjen. Pol I Nyoman Labha Suradnya mengatakan bahwa strategi pemantauan kerawanan pelaksanaan tahapan pemilu 2024 sangat penting dilakukan. Selain untuk membahas pemantauan dan penanganan kerawanan pemilu 2024, dengan mengimplementasikan asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, adil, berkualitas dan berintegritas diharapkan mampu mewujudkan stabilitas keamanan nasional.

Baca juga:  Ayah Setubuhi Anak Kandung dan Keponakan, Sambil Nangis Ngaku Khilaf dan Minta Maaf

Dikatakan, bahwa penyelenggaraan pemilu haruslah berjalan dengan lancar dan aman. Oleh karenanya diperlukan strategi pemantauan kerawanan pada setiap pelaksanaan tahapan pemilu yang akan berlangsung.

Diingkapkan, dalam pelaksanaan pemilu terdapat sejumlah potensi gangguan yang kemungkinan besar akan muncul. Diantaranya, dis-informasi atau miss-informasi atau hoax, yang dapat mempengaruhi keterbukaan informasi menjadi konflik horizontal.

Selanjutnya juga dapat menjadi potensi adanya perkembangan atau intervensi dari berbagai pihak dan dalam bentuk apapun yang dapat memanipulasi proses pemilihan. Hal ini tentunya dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional.

Selain itu, kerawanan juga dapat menyebabkan terjadinya ancaman keamanan. Seperti upaya pengacauan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menyebarkan isu-isu dengan membonceng hiruk pikuk pelaksanaan pemilu termasuk aksi terorisme.

Baca juga:  Wamendagri: Pelanggaran Netralitas Camat Kubu Harusnya Disanksi Plt Bupati Karangasem

Selanjutnya pelanggaran terhadap hak pemilih, seperti intimidasi, suap atau serangan fajar serta upaya lain juga dapat mengganggu stabilitas keamanan pemilu. Dan yang terakhir, potensi gangguan dan ancaman juga dapat terjadi terhadap sistem teknologi yang digunakan dalam proses pemilu, seperti manipulasi data, serangan cyber.

Berdasarkan indeks kerawanan pemilu (IKP) 2024 yang dirilis oleh Bawaslu RI, dimana Provinsi Bali menjadi salah satu dari 10 provinsi paling rawan pada dimensi kontestasi dengan skor 71,96 %. Termasuk juga menjadi salah satu dari 10 provinsi yang  data agregat kabupaten/kota yang memiliki  kerawanan tertinggi pada dimensi sosial politik (8 dari 10) dan dimensi partisipasi (6 dari 10). (Ketut Winatha/balipost)

BAGIKAN