DENPASAR, BALIPOST.com – Bertepatan dengan Rahina Purnama Sasih Kaulu, Bali diguncang gempabumi bermagnitudo 4,8 SR pada pukul 22.41 WITA, Kamis (25/1) malam. Gempa yang terjadi akibat adanya aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia ini dirasakan hingga wilayah Lombok-NTB.
Sulinggih Ida Pandita Mpu Siwa Budha Daksa Darmita dari Geria Agung Sukawati, Gianyar mengungkapkan secara metafisis gempabumi yang terjadi pada sasih kaulu, hari Kamis nemu purnama dapat ikthiarkan “eweh ikang rat/rug ikang bhumi, kweh ila -ilania, sarwa tinandur rusak, eweh ikang negara-sang amawa rat, baya sang prabu, perang sumulur-makweh kapejahan, toyo meweh, bhuta preta , migrahani, eweh sang mangrawosan. Yang artinya akan ada kesusahan, penyakit akan merambah, hasil panen rusak, pemerintahan banyak menghadapi kendala, pemimpinnya dalam keadaan tidak baik-baik saja “bahaya”, perang bisa terjadi “sumulur”, tragedi kematian tak terhindari, air seret, dan energi-energi negatif banyak bertebaran “buta kala preta.
“Singkat kata keadaan tidak akan baik-baik ke depannya. Banyak kendala yang menghadang dan sangat signifikan sekali. Perlu ekstra keras untuk semua elemen-elemen ‘entita’,” ungkap Ida Pandita, Jumat (26/1).
Meskipun demikian, apapun namanya harus bahu membahu bersatu padu mengantisipasinya. Untuk itu, Ida Pandita sarannya, disamping kesadaran kita sebagai masyarakat untuk berbuat maksimal secara fisikal, perlu juga melaksakan dan mempraktikkan teks/lontar Palalindon yang kita tami (warisi) dari leluhur kita dengan mempersembahkan yadnya inti. Diantaranya, disebutkan secara eksplisit berupa caru celeng traban gunung, beras awakul, ketan injin, ulam ayam sapalaken (apasang), penek (nasi bunter) 2, grih antiga, dandanan (apasang), benang kuning, sesari/uang 888 (pis bolong).
“Banten ini dipersembahkan Sanghyang Mahadewa dan ‘prerencangan-Nya’. Semoga memaklumi apa yang Ida saya paparkan secara singkat makna dari gempa tersebut. Niscaya ke depannya kita berada dalam lindungan Ida Sanghyang Widhi Wasa,” ujarnya. (Ketut Winatha/balipost)