MANGUPURA, BALIPOST.com – Penataan para pedagang di Pantai Kuta, Kecamatan Kuta, terbilang pelik. Sebab, penataan akan berpotensi menimbulkan benturan kepentingan sehingga pemerintah setempat hati-hati dalam mengambil keputusan. Hal itu terungkap dalam rapat para pemangku kepentingan, di Kantor Camat Kuta, Rabu (31/1).
Dalam rapat yang dihadiri para bendesa adat, lurah, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, dan Satgas Pantai Kuta itu terkuak kondisi Pantai Kuta yang mengakibatkan pantai berpasir putih ini terkesan kumuh. Seperti halnya penataan pedagang gerobak yang difasilitasi pemerintah. Padahal, satu gerobak disepakati dimanfaatkan oleh satu pedagang, namun kenyataannya pemilik gerobak menjual kembali lapaknya kepada lebih dari satu orang pedagang lainnya. Alhasil tak sedikit pedagang yang berjualan di luar gerobak yang telah disediakan.
Belum lagi para pedagang yang semasa pandemi Covid-19 berjualan di trotoar kini justru berjualan di pantai. Kondisi para pedagang yang tidak tertata dan tidak memperhatikan kebersihan lingkungan ini pun menimbulkan kesan kumuh.
Bendesa Adat Kuta Komang Alit Ardana dalam rapat tidak menampik perihal tersebut. Namun, apa daya pihaknya belum bisa melangkah lebih jauh dalam menyikapi hal tersebut. Sebab, belum ada kejelasan terkait status aset penataan Pantai Kuta sekaligus perjanjian kerja sama pengelolaan. “Kami tidak berani bergerak karena kewenangannya dan tanggung jawab tidak berada di kami. Penataan ini juga harus disikapi hati-hati karena ini masalah isi perut,” katanya.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung juga tidak menyangka jumlah pedagang yang kini menempati kawasan Pantai Kuta mencapai 900 pedagang, padahal sebelumnya hanya 382 pedagang. Karena itu, Dinas PUPR bakal merancang ulang penempatan gerobak kreatif di Pantai Kuta. Gerobak yang berbahan kayu ulin ini akan ditempatkan di 13 spot kuliner yang berada di pantai tersebut.
Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Badung Anak Agung Rama Putra menyatakan, sejatinya seluruh gerobak harus digunakan oleh pedagang. Namun, di lapangan diperkirakan hanya 20 persen pedagang yang menggunakan. Sisanya memilih menyiapkan tempat berjualan sendiri ditambah dengan penambahan pedagang lain. “Dari perhitungan ulang, pedagang ada sekitar 900 orang,” tegasnya.
Ia menerangkan, gerobak yang disiapkan sekitar 600 gerobak di sepanjang Pantai Kuta hingga Sekeh. Dalam proposal penataan, jarak antara gerobak idealnya 3-5 meter. Pihaknya pun menegaskan hal tersebut sudah ideal, namun adanya penambahan pedagang yang menjadi kendala. Seperti adanya pedagang yang dulunya berjualan di bekas taman telajakan. “Sebenarnya rapi, cuma kebetulan ada beberapa karena situasi pandemi, pedagang yang tidak mendapatkan tiket mereka ikut masuk, malah overload,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan merelokasi pedagang dengan gerobak di spot kuliner yang telah disediakan. Sebab, di sepanjang Pantai Kuta telah ada 13 spot kuliner. “Mungkin nanti ada penambahan emper-emper yang secara teknisnya tidak mengurangi estetika alam. Jarak antar spot kuliner sekitar 50 meter,” ungkapnya.
Agung Rama menjelaskan, gerobak kreatif yang tidak terpakai akan dipindahkan. Sementara yang sudah terpakai namun jika penempatannya salah akan direlokasi. Hanya saja ia tidak menyebutkan berapa jumlah pasti gerobak yang telah direlokasi. “Relokasi pedagang ke spot kuliner ini masih menunggu desain tambahan. Setelah itu akan diajukan kembali kepada pimpinan,” ucapnya. (Parwata/balipost)