Anak Agung Gde Brahmantya Murti, SIP., MPA. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ribuan calon legislatif (caleg), baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota di Bali akan bertarung merebut kursi pada Pemilu Serentak 2024 ini. Mereka sibuk menggalang pemenangan, namun pengamat menilai mereka perlu diingatkan jangan sampai Bali dikorbankan demi kepentingan kekuasaan politik semata.

Untuk di tingkat pusat, sebanyak 153 caleg akan bertarung memperebutkan 8 kursi di Senayan. Sedangkan untuk di tingkat provinsi sebanyak 554 orang calon DPRD Provinsi Bali akan bertarung memperebutkan 55 kursi. Untuk DPD RI, ada 17 calon DPD RI Dapil Bali berjuang untuk memperebutkan 4 kursi.

Para politisi yang bertarung sebagai rakyat Bali ini diharapkan mampu mengedepankan etika dan kepentingan Bali sebagai pemersatu bangsa ke depannya. Bahkan, di tataran nasional suara para politisi diharapkan mempunyai visi dan misi yang jelas untuk mengawal dan menjaga Bali.

Baca juga:  Truk Box Lepas Kendali, Pengendara Motor Tewas

Pengamat politik dari Universitas Warmadewa (Unwar), Anak Agung Gde Brahmantya Murti, SIP., MPA., mengatakan bagi politisi menjunjung kembali etika bernegara dan politik, dan menempatkan kembali kepentingan publik mesti dilakukan. Sehingga langkah-langkah mereka sejalan dengan tuntutan publik. Terlebih, bagi para calon di Provinsi Bali harus mampu menjaga dan membawa Bali ke arah yang lebih baik ke depannya.

Terlebih, Bali kental akan budaya yang menjadi kekuatan Bali. Selain itu, penting untuk menumbuhkan kembali sinergi antar stakeholder. Seperti, institusi pendidikan tinggi sebagai salah satu tempat produksi pengetahuan dan juga LSM-LSM yang bersentuhan langsung dengan masalah dan masyarakat. “Dengan kolaborasi itu, niscaya kita mampu menjaga keberlanjutan Bali di masa depan,” ujar Gde Brahmantya, Senin (5/2).

Lebih lanjut, dikatakan bahwa dalam pesta politik berbagai isu akan menjadi komoditas politik bagi para calon. Mulai dari isu kepemudaan, isu seputar lingkungan, ketenagakerjaan, serta isu-isu lainnya. Ini adalah kemampuan para politisi dalam mengolah isu-isu yang ada dikehidupan sehari-hari, mengemasnya dengan tujuan mendapatkan simpati dari masyarakat, dan ujungnya ada pada perolehan suara.

Baca juga:  Pascalibur Lebaran, Angka Harian Kasus COVID-19 Masih Landai

Di sisi lain, masyarakat harus melatih kemampuannya dalam mencermati berbagai akrobat politik, mempelajari janji-janji politik, hingga akhirnya mampu menganalisis sejauh mana keseriusan narasi-narasi yang dikeluarkan oleh politisi. Ini dapat dilakukan dengan cara melihat rekam jejaknya, mengamati pilihan-pilihan kebijakan yang pernah dikeluarkan, jika sebelumnnya pernah menjabat sebagai pejabat publik. Serta melihat bagaimana persebaran dari orang-orang yang tergabung di dalam kelompoknya. “Inilah salah satu bentuk pendidikan politik bagi masyarakat,” tegasnya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Ngurah Rai Denpasar, Dr. I Gede Wirata, S.Sos., S.H., MP., berharap agar para caleg dan politisi, serta seluruh komponen masyarakat Bali wajib menjaga Bali. Jangan hanya memikirkan kepentingan sesaat. Sebab, sekali hancur maka Bali sulit untuk dikembalikan. Maka dari itu, tidak ada alasan untuk tidak menyelamatkan Bali.

Baca juga:  PHDI Pusat Gelar Simakrama Sulinggih

Perlu diingat bahwa Bali salah satu penyumbang terbesar untuk pendapatan negara. Karena Bali menjadi destinasi pariwisata yang kental dengan budayanya. Sehingga, siapapun yang memimpin Bali ke depan, wajib untuk menjaga kebudayaan Bali.

Sebagai masyarakat Bali, pihaknya mengimbau agar tetap menjaga Bali secara utuh. Sebab, masalah pemilu adalah masalah hak. Maka dari itu, kepada warga masyarakat Bali yang mempunyai hak untuk memilih dipersilakan datang ke TPS masing-masing untuk menentukan pilihannya tanpa ada unsur-unsur paksaan, tekanan maupun intimidasi dari pihak manapun.

Pemilih Bali harus cerdas dan tidak mudah dipropaganda. Sebab, salah memilih pemimpin akan berdampak bagi kelangsungan Bali hingga 5 tahun ke depan. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN