Seorang petani menyusuri pematang sawah sambil mengamati lahan tanam di wilayah Renon, Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pertanian di Bali hingga saat ini menemui sejumlah kendala. Tak heran pertumbuhan lapangan usaha pertanian sepanjang 2023 tumbuh minus (-0,59 persen).

Kepala BPS Bali, Endang Retno Sri Subiyandani, Senin (5/2) mengatakan, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang merupakan salah satu kontributor utama perekonomian Bali mengalami kontraksi pertumbuhan sepanjang ctc, yaitu -0,59 persen. Utamanya pada produksi tanaman pangan dan perkebunan semusim. Padahal kontribusinya terhadap PDRB (pertumbuhan ekonomi Bali) mencapai 13,73 persen, tertinggi kedua setelah akmamin.

Seperti diketahui, sejak September 2023, komoditas tanaman pangan yaitu beras mengalami peningkatan, dengan harga lebih tinggi dari HET (Harga Eceran Tertinggi) yang ditetapkan pemerintah.

Baca juga:  Dibandingkan Periode Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Ekonomi Bali Minus Belasan Persen di Triwulan IV 2020

Kepala Desa Marga Dauh Puri, I Wayan Wiryanata belum lama ini mengatakan, pertanian di Marga khususnya kerap diganggu hama tikus. Selain hama dan penyakit tanaman, permasalahan sektor pertanian muncul dari aspek sosial ekonomi seperti penurunan subsidi pupuk, kelembagaan subak, serta kerusakan saluran irigasi.

Ia menjelaskan saat ini pemerintah memangkas jatah pupuk subsidi hingga 52 %. Kondisi ini sangat tidak sebanding dengan harapan menjaga ketahanan pangan. Pupuk yang sangat minim disediakan berakibat menurunnya produktivitas lahan. “Saat ini petani hanya mendapatkan 1 Kg Pupuk Urea per are dan 0,7 Kg Pupuk NPK per are. Ini sangat minim dari kebutuhan petani,” tuturnya.

Sementara, subak sebagai lembaga yang mewadahi petani saat ini posisinya sangat lemah. Sebelumnya, subak mendapat dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali sebesae Rp50 juta, namun sekarang hanya Rp10 juta. “Kondisi ini jelas melemahkan posisi subak,” tuturnya.

Baca juga:  Ketimpangan Pendapatan di Bali Makin Lebar

Masalah lain, terkait distribusi air yang berubah, yang sebelumnya dengan sistem tektek namun saat ini bangunan temuku (pembagian air dengan sistem tektek) sudah dihapus. Kondisi ini menyebabkan kerusakan saluran irigasi, banyak saluran irigasi tergerus sehingga distribusi air irigasi tidak stabil.

Dekan Fakultas Pertanian Unud Dr. IGN Alit Susanta Wirya, S.P., M.Agr. yang juga ahli penyakit tanaman tersebut menyatakan secara teknis untuk mengusir tikus petani dapat memanfaatkan burung hantu. Maka dari itu, tahun 2023 kemarin, FP Unud melepas tyto alba (burung hantu) untuk membantu petani mengatasi hama tikus.

Baca juga:  Ditertibkan, Pedagang Pasar Tumpah di  Gajah Mada

Ia menegaskan burung hantu sangat efektif mengatasi hama tikus. “Serangan hama tikus sudah menurun drastis sekarang, terbukti dampaknya kerusakan tanaman padi tidak separah hama tikus seperti beberapa tahun lalu,” tuturnya.

Guru Besar FP Unud Prof. Dr. Ir. I Ketut Suamba, M.P., meyakini kendati subak ada kecendrungan dilemahkan namun subak akan tetap eksis. Perlu dilakukan rekayasa kelembagaan seperti membentuk koperasi tani menunjang kegiatan subak.

Menurutnya, unit bisnis subak harus dibentuk agar subak memiliki pendapatan sehingga subak tidak tergantung pada bantuan pemerintah atau pihak ketiga. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN