Denpasar, 09/2 (ANTARA) – Komisi Pemilihan Umum Kota Denpasar, Bali, mencatat tujuh tempat pemungutan suara (TPS), mulai dari kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), pengawas TPS, petugas ketertiban, hingga saksi, seluruhnya perempuan.
Ketua KPU Kota Denpasar Dewa Ayu Sekar Anggraeni di Denpasar, dikutip dari Kantor Berita Antara, mengemukakan bahwa kehadiran perempuan sebagai petugas penyelenggara itu untuk menindaklanjuti arahan dari KPU Provinsi Bali yang mensyaratkan minimal ada satu TPS perempuan di tiap kabupaten/kota.
“Khususnya di Denpasar, TPS perempuan sebenarnya sejak Pemilu 2014, yang awalnya dengan melibatkan kader posyandu dan PKK sebagai anggota KPPS,” ujar Sekar.
Untuk sebaran tujuh lokasi TPS perempuan di Kota Denpasar berdasarkan kecamatan, yakni TPS 1 Dangin Puri Kauh dan TPS 26 Peguyangan (Denpasar Utara), TPS 19 di Banjar Ratna Bhuwana Sumerta Kauh (Denpasar Timur).
Berikutnya di TPS 33 Banjar Kaja, Panjer (Denpasar Selatan), TPS 5 dan 7 Banjar Batukandik, Padangsambian Kaja, dan TPS 20 Banjar Bhuana Kubu, Tegal Harus (Denpasar Barat).
Pada Pemilu 2024, menurut dia, ada sedikit perbedaan karena tidak hanya petugas KPPS yang perempuan, tetapi pengawas TPS, petugas ketertiban, hingga para saksi seluruhnya kaum hawa.
Meskipun KPU Provinsi Bali meminta agar ada satu percontohan TPS perempuan untuk setiap kabupaten/kota, pihaknya mengimbau agar minimal ada satu TPS perempuan hingga di tiap kecamatan di Denpasar.
“Ternyata respons dari PPS (panitia pemungutan suara) maupun panitia pemilihan kecamatan (PPK) cukup antusias sehingga sekarang malah ada tujuh TPS semua petugasnya perempuan,” kata Sekar.
Ia mengatakan menjadi KPPS ini merupakan cikal bakal partisipasi perempuan sebagai penyelenggara pemilu. “Kami harapkan nantinya mereka juga bisa menjadi penyelenggara pemilu di jenjang yang lebih tinggi seperti menjadi PPS, PPK, bahkan anggota KPU,” kata Sekar.
Apalagi, lanjut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ada afirmasi terkait dengan perempuan, khususnya sebagai penyelenggara pemilu harus memperhatikan keterwakilan perempuan.
Bahkan, ada aturan bagi peserta pemilu minimal 30 persen keterwakilan perempuan wajib dipenuhi oleh peserta pemilu.
“Dalam mempersiapkan hal-hal seperti itulah, kami ingin melalui KPPS di TPS perempuan ini kesadaran berpolitik dari perempuan mulai terbuka,” kata Sekar.
Ketika KPPS berinteraksi dengan saksi partai politik dan hal-hal politik praktis saat pelaksanaan Pemilu 2024, menurut dia, mereka menjadi lebih mengenal dan terbuka wawasannya mengenai politik. (kmb/balipost)