Dr. Ir. Ketut Suriasih, M.App.Sc. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. Ir. Ketut Suriasih, M.App.Sc.

Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia, dimana budaya dan adat istiadatnya mewajibkan masyarakat baik laki-laki maupun wanita melakukan kegiatan yang berkaitan dengan adat dan agama sesuai dengan aturan adat yang merupakan kesepakatan bersama. Kebanyakan masyarakat Bali beragama Hindu.

Hal ini menyebabkan budaya Bali tidak hanya dibangun berdasarkan struktur sosial tetapi juga filsafat agama Hindu. Maka ketika kita berbicara budaya Bali, tidak akan terlepas dari budaya (culture) dan Hindu (religion).

Bali merupakan daerah yang menganut kebudayaan patriarki yang bersumber dari sistem kekerabatan yang berbentuk patrilineal. Budaya patriarki dalam kebudayaan Bali juga turut memberi sumbangan dalam menentukan hak dan kewajiban wanita Bali. Pandangan bahwa wanita Bali merupakan individu yang kuat inilah yang membuatnya dianggap selalu mampu untuk menyelesaikannya.

Peran keluarga yang menuntut seorang wanita menjadi istri yang ideal, ibu yang baik serta tugas rumah tangga yang harus diselesaikan. Tuntutan peran ekonomi berupa tugas kantor dan tanggung jawab pekerjaan yang juga harus diselesaikan. Serta tugas dari  peran adat dan keagamaan yang merupakan tanggung jawab Wanita  Bali tidak hanya kepada keluarga, melainkan juga kepada masyarakat.

Baca juga:  Bangun Kesadaran Kelola Keuangan Sejak Dini, Citi Indonesia Gandeng Prestasi Junior

Kepeduliannya juga harus ditunjukkan dengan menjalankan peran ekonominya yaitu bekerja untuk kesejahteraan keluarganya. Peran adat dan keagamaan seorang wanita Bali selain sebagai sumber konflik, harus juga dapat dilihat sebagai upaya yang baik dalam rangka peran wanita Bali dalam menjaga kelestarian budaya menghadapi globalisasi. Upaya yang baik yang dapat dilakukan wanita Bali dalam meredam konflik dan mempertahankan keutuhan keluarga adalah kembali menjaga keharmonisan melalui konsep tri hita karana. Masyarakat Bali adalah masyarakat yang percaya kepada pemimpinnya. Kalau pemimpinnya jujur, bertanggung jawab, mengayomi, mau berjuang untuk tanah leluhur yaitu Bali, maka masyarakat akan menjadikan pemimpinnya sebagai tokoh panutan dan dengan tulus iklas akan menjalankan program pemerintah.

Di era digital, data yang informasi yang ada menunjukkan kompleksitas yang cukup rumit. Seorang pemimpin wanita Bali harus mampu mengelola dan menganalisis informasi untuk membuat keputusan yang tepat. Peningkatan Technical Competency, Critical Competency, Personal Competency dan Social Competency menjadi dasar pengembangan kompetensi pemimpin wanita Bali agar tidak tertinggal.

Baca juga:  Parisada di "Parisudha”

Peran tanggung jawab sosial pemimpin wanita Bali di era digital dapat dilakukan dengan memberikan edukasi, literasi, dan sosialisasi terhadap pentingnya kesadaran penggunaan teknologi terutama di bidang pendidikan, kelompok wanita dan di wilayah-wilayah pedesaan, serta mendorong pemberdayaan ekonomi keluarga dengan mendukung gerakan sosial dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan sekitar.

Dalam memimpin wanita sering dijadikan panutan di dalam keluarga, apalagi kalau menjadi anak nomor satu/tertua. Dia akan diberikan tugas untuk mengatur dan mendidik saudara-saudaranya. Wanita Bali menjadi pemimpin akan  berusaha memanfaatkan dan mengembangkan potensi diri yang dimiliki.

Selain itu adalah menerapkan manajemen waktu dengan baik. Dengan demikian tidak ada halangan bagi wanita Bali yang sanggup dan mau menjadi pemimpin. Sifat feminim yang dimiliki wanita, menyebabkan mereka dapat memimpin dengan lemah lembut. Akan tetapi di sisi lain wanita dituntut keberaniannya untuk berjuang, melakukan terobosan baru, dan belajar untuk meningkatkan diri.

Dalam sastra agama Hindu terdapat nilai-nilai kepemimpinan yang universal, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, dan laki-laki atau wanita. Model kepemimpinan aanita Bali yang berpijak pada kearifan lokal yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu bersumber dari : 1) Bhagavadgita, 2) Asta Brata, (3) Panca Stiti Dharmeng Prabu, (4) Niti Sastra, dan (5) Asta Dasa Pramiteng Prabu.

Baca juga:  Indonesia Laboratorium Pluralisme

Di era digital wanita Bali  yang bekerja agar dapat berperan sebagai agen perubahan yang kuat dan memainkan peran penting dalam mengarahkan organisasi menuju kesuksesan. Pemberdayaan dan tanggung jawab sosial pemimpin wanita Bali harus berusaha memahami dan mengidentifikasi kemampuannya kemudian memberikan kesempatan dan memberi dukungan untuk mengembangkan kompetensi dan karier agar menjadikan mereka sukses.

Dalam menghadapi tantangan global diperlukan kepemimpinan Wanita Bali  yang visioner, berfikir inovatif, mempunyai kemampuan manajemen waktu,membina kerja tim, mengenali dirinya, percaya diri, berperspektif gender. Tentang Program Women’s Voice and Leadership adalah program yang mendapatkan dukung dari Global Affairs Canada (GAC) yang berfokus pada dukungan terhadap kapasitas organisasi. Serta kolektif wanita di tingkat lokal dan nasional untuk pemenuhan hak-hak wanita, kepemimpinan wanita, dan mendorong kesetaraan gender di Indonesia.

Penulis, Rektor Bali Dwipa University

BAGIKAN