GIANYAR, BALIPOST.com – Mungkin tak banyak yang tahu jika Pande Ketut Krisna merupakan pencipta kaos barong Bali yang juga pencetus toko oleh-oleh modern di Pulau Dewata. Namun, Pande Ketut Krisna lah pencetus dari kaos barong yang kini merupakan ikon oleh-oleh khas Bali itu.
Di usianya yang sudah senja, 77 tahun, Pande Ketut Krisna menghembuskan nafasnya di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar.
Menurut putranya, Pande Nyoman Yudi Sutrisna, upacara pengabenan akan dilaksanakan di Setra Beng, Kabupaten Gianyar pada 10 April 2024. Yudi menuturkan ayahnya meninggal karena sakit pada 29 Februari 2024 di RSUP Sanglah.
Dalam kesempatan itu, ia menceritakan bahwa berdasarkan penuturan sang ayah, kaos barong ditemukan tanpa sengaja. Saat itu, ayahnya sedang melakukan percobaan untuk warna kain endek (tenun khas Bali).
Pande Ketut Krisna, pria kelahiran 21 Juni 1946 menemukan kaos barong sekitar tahun 1969 saat ia dan keluarganya di Gianyar, tengah mencoba mengembangkan kreasi kain endek Bali. Saat itu, warna kain endek Bali maksimal hanya dua warna.
“Tadinya hanya dua warna, yakni warna dasar hitam dipadu biru, hitam dipadu hijau, coklat, dan sebagainya,” ujarnya.
Pande Krisna kemudian melakukan eksperimen untuk menciptakan warna yang lebih variatif. Ia melakukan eksperimen celup benang tenun untuk menciptakan kain endek warna-warni. Akhirnya terciptalah kain endek warna-warni.
Inovasi ini menghasilkan banyak warna atau catrian. Kain endek yang dulunya dua warna, kini menjadi lima warna.
Setelah mencoba berbagai macam cara, akhirnya ditemukan alat dan cara untuk menciptakan aneka warna pada kain endek, yang dinamakan catrian.
Penemuan inilah yang kemudian dikembangkan sehingga terbentuk baju barong di tahun 1969. “Jadi tidak sengaja ditemukan baju barong dari catrian itu,” ucapnya.
Desain Sederhana
Sejak pertama dibuat hingga hari ini, motif atau desain gambar baju barong dibuat sederhana yang bertujuan agar mudah dibuat.
Mengutip pernyataan Pande Ketut Krisna beberapa tahun lalu di kediamannya di Batubulan, Kabupaten Gianyar, Bali, ia mengatakan mengapa dibuat barong karena barong yang paling gampang dibuat, tetapi bukan barong ketet (ket).
“Bentuknya kita buat yang paling sederhana, kalau gambar Barong Ket, susah, kita bikin yang gampang saja,” ujar pria yang juga perintis toko oleh-oleh modern di Bali ini.
Saat dibuat tahun 1969, kaos atau baju barong dijual di berbagai objek wisata seperti di Ubud dan Kuta. Dulu kaos barong dijual Rp 1.500 per potong dan laku keras karena merupakan penemuan baru.
“Hasil menjual baju barong membawa berkah bagi saya. Dulu di Gianyar tempat usaha saya kecil. Berkah baju barong membuat saya sukses. Baju barong sudah dijual ke berbagai negara, karena buatan tangan dan unik,” kata mendiang saat itu.
Meski sudah membuat sekaligus menciptakan baju barong sejak tahun 1969, namun Pande mengaku tidak memiliki hak patennya.
Waktu itu tidak berpikir soal paten dan saat itu ia berpikir dua tahun sudah cukup. Anggota keluarga yang lain juga ditularkan ilmu cara membuatnya.
“Tetapi jika memang dianggap perlu, mungkin pemerintah bisa membantu untuk mempatenkan agar hak cipta baju barong tetap menjadi milik masyarakat Bali,” ucap Pande Krisna kala itu.
Sejak dibuat tahun 1969 hingga saat ini, penjualan kaos barong selalu stabil. Permintaan tak hanya datang dari wilayah Indonesia, namun juga dari mancanegara. (kmb/balipost)