Para pemuda sedang merampungkan ogoh-ogoh yang mengangkat tema Danuh Pralaya untuk merefleksikan kondisi Danau Batur. (BP/ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Menyambut Hari Suci Nyepi, sejumlah kelompok pemuda/sekaa teruna teruni (STT) di Kabupaten Bangli disibukkan dengan aktivitas membuat ogoh-ogoh. Salah satunya STT Dharma Kusuma di Banjar Batur Selatan, Kintamani.

STT ini membuat ogoh-ogoh bertema “Danuh Pralaya”, menampilkan sosok Dewi Danu dalam kondisi sakit.

Jero Adit, anggota STT Dharma Kusuma mengungkapkan tema yang diangkat dilatarbelakangi dari keresahan pemuda-pemudi di Batur melihat kondisi alam Batur saat ini yang disebutnya sedang tidak baik-baik saja. Danau Batur yang merupakan tetamanan Ida Bhatara Dewi Danu dan simbol kesuburan telah mengalami pencemaran.

Baca juga:  Pengembangan Anjing Kintamani Diperluas di Dua Desa

Air Danau Batur tidak layak dikonsumsi karena terkontaminasi zat-zat kimia. Demikian juga Gunung Batur sebagai lingga Ida Bhatara mengalami kerusakan salah satunya akibat pengerukan secara masif. “Berangkat dari itu kami ingin menyampaikan lewat ogoh-ogoh ini bahwa alam Batur tidak baik-baik saja,” ungkap Jero Adit, Rabu (6/3).

Dijelaskan bahwa ogoh-ogoh yang dibuat menampilkan beberapa karakter yakni sosok Dewi Danu dalam kondisi sakit dengan memegang suntikan dan memakai masker Oksigen. Selain itu ada juga sosok berwujud raksasa sebagai simbol keangkuhan, kesombongan, kerakusan. “Ada juga ogoh-ogoh paksi sebagai lambang pembela Bhatari Dewi Danu dan naga yang mengikat gunung sebagai pelindung,” jelasnya.

Baca juga:  Awali Tahun Baru Caka, Tradisi "Nyakan Diwang" di Kecamatan Banjar Digelar

Ogoh-ogoh yang memiliki tinggi kurang lebih 5 meter itu telah dibuat STT Dharma Kusuma sejak sebulan lalu. Saat ini proses pembuatannya sudah mencapai 70 persen.

Dalam pembuatan ogoh-ogoh Danuh Pralaya ini, STT Dharma Kusuma menggunakan 80 persen bahan ramah lingkungan. Seperti dari dedaunan, kayu, serabut kelapa, dan koran bekas.

Jero Adit mengatakan STT Dharma Kusuma rutin membuat ogoh-ogoh jelang hari raya Nyepi. Tema yang diangkat tentang lingkungan dan fenomena perilaku manusia. Pihaknya tidak mengangkat kisah dari cerita masa lalu karena dinilai tidak relevan lagi di kehidupan saat ini. “Harapan kami ini bisa menjadi penyadaran untuk kita sebagai manusia agar menerapkan Tri Hita Karana. Alam Batur perlu dirawat, dilindungi dan dilestarikan,” pungkasnya. (Dayu Swasrina/balipost)

Baca juga:  Dharma Canti Tahun 2017, Perkuat Toleransi Kebhinekaan
BAGIKAN