Syahrul Kirom, M.Phil. (BP/Istimewa)

Oleh Syahrul Kirom, M.Phil.

Pemilihan Presiden (Pilpres) indonesia, pemilhan DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten telah dilaksanakan pada 14 Februari 2024 kemarin. Nilai-nilai
demokrasi harus ditegakkan dalam pilpres 2024. Prinsip Jujur, adil dan langsung umum bebas dalam pilpres harus diimplementasikan.

KPU RI dan KPUD daerah harus bersikap jujur dan
transparan dalam penghitungan suara. Oleh karena itu, siapa pun yang menang ataupun yang kalah dalam pilpres 2024 tidak boleh egois, sombong dan tidak berkecil hati yang menang maupun yang kalah. Kekuasaan dan kekayaan tidak akan dibawa mati, semua itu hanya senda gurau dunia belaka.

Karena itu, setiap pasangan capres-cawapres 2024 yang telah maju dalam pilpres 2024 harus menyadari bahwa dalam setiap pertarungan Pilpres pasti ada yang menang dan kalah. Karena itu, setiap kemenangan dan
kekalahan sudah sewajarnya diterima dengan kepala dingin, jangan ada pertentangan dan konflik sosial politik pasca Pilpres 2024.

Mari kita merajut rekonsiliasi kebangsaan. Lebih dari itu, yang terpenting adalah sikap tidak sombong siapa yang menang dan yang kalah juga mengedepankan sikap nerimo dan legowo. Legowo merupakan sebuah ungkapan orang Jawa untuk menerima keadaan kekalahan, ketidakmampuan untuk memegang kewajiban.

Baca juga:  Fenomena “Lipstick Effect”

Dalam bahasa Indonesia, legowo dapat dipersamakan arti dengan lapang dada. Lapang dada adalah sikap ksatria dalam menghadapi kekalahan. Sikap ini tumbuh karena nilai-nilai perasaan manusia itu sendiri dalam menanggapi kegagalan. Wajarlah bila legowo tercermin secara eksplisit pada kata-kata mutiara ”kegagalan adalah kemenangan yang tertunda”, Jika disederhanakan legowo dapat diartikan sebagai sikap menerima kekalahan dengan berjiwa besar.

Di samping itu, yang perlu kita ketahui bersama, jabatan dan kekuasaan adalah amanah dari Tuhan yang suatu saat akan dimintai pertanggungjawabannya. Memiliki
jabatan dan kekuasaan bukan sesuatu yang empuk dan nyaman, karena di sana banyak tanggung jawab dan kewajiban yang harus dilakukan. Ini kalau kita berbicara soal integritas dan kompetensi serta etika jabatan.

Berbeda, dengan para politikus yang memiliki nalar politis, pragmatis dan oportunis, tentu bahwa kekuasaan itu adalah jabatan yang paling empuk dan nyaman, untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyak. Paradigma inilah yang perlu direduksi oleh calon Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang
menang dalam pilpres 2024.

Baca juga:  Soal Debat Capres, KPU Tanggapi Penilaian Jokowi

Jabatan adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan, dalam konteks filsafat, ontologi jabatan adalah apabila pemimpin daerah ini bertindak dan berbuat yang secara
esensial dari segala kebijakan dan program itu dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia.

Janganlah jabatan itu dijadikan sebagai simbol kekuasaan untuk mencapai kepopuleran, akan tetapi, bagaimana para pemimpin bangsa Indonesia yang terpilih dalam pilpres 2024 dapat bekerja, berkarya dan bertindak untuk kepentingan umat manusia. Jika
pemimpin bangsa Indonesia tidak mampu memberikan rasa adil bagi warganya, dan tidak memberikan peluang pekerjaan bagi warganya, dan bertindak tidak berdasarkan asas kepentingan manfaat bangsa Indonesia, maka sama saja sang pemimpin daerah itu
berbuat zalim terhadap rakyatnya, karena tidak mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara komprehensif. Inilah beratnya ketika seseorang diberikan tanggung jawab jabatan dan kekuasaan.

Baca juga:  KPU Klungkung Terima Tambahan Logistik Pemilu

Karena itu, pemahaman atas jabatan harus dimaknai sebagai upaya mempertanggungjawabkan amanah kepada Tuhan, sehingga tanggung jawab atas jabatan presiden dan wakil presiden dan jabatan legislated di DPR RI dapat dilaksanakan secara maksimal. Bukan
jabatan itu dimaknai secara politis dan dijadikan syahwat kekuasaan agar bisa melakukan segalanya untuk kepentingan individu maupun partai politik.

Paradigma inilah yang harus dihindari. Ketika jabatan dan kekuasaan dipahami secara politis dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri dan kepentingan par-
tai politik, maka rakyat yang akan menderita, malapetaka yang akan menimpa. Karena itu, pasca-pilpres 14 Februari 2024 kemarin. Kita berharap pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024 yang telah maju dalam Pilpres 2024 harus memiliki sikap legowo, menerima dengan ikhlas bagi yang kalah.

Penulis, Dosen Filsafat, IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

BAGIKAN