Operational Manager Qualitas Sertifikasi Indonesia (QSI) Kendy Danang P. saat menjadi pembicara pada Empowerment Talkshow di Denpasar, Sabtu (16/3). (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Produk UMKM, khususnya di Bali, memiliki potensi besar untuk diekspor. Namun salah satu kendala dalam melakukan ekspor adalah sertifikasi. Maka dari itu, sertifikasi produk sangat dibutuhkan.

Menurut Operational Manager Qualitas Sertifikasi Indonesia (QSI) Kendy Danang P. ditemui saat menjadi pembicara pada Empowerment Talkshow di Denpasar, Sabtu (16/3), UMKM kurang berani melakukan ekspor karena keterbatasan pengetahuan dan ketidaktahuan akan syarat-syarat ekspor. Misalnya, melakukan ekspor produk berbahan kayu diperlukan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK).

Baca juga:  Miliki Hasish 521,11 Gram, Warga Rusia Diadili

“Apalagi UMKM di Bali sangat membutuhkan sertifikasi SVLK karena di Bali banyak produk UMKM berasal dari kayu dan potensi ekspor UMKM Bali adalah barang-barang kerajinan dari kayu seperti furniture, perlengkapan dapur, mangkok kayu, dan yang paling sering diminta adalah alas aquarium cupang,” bebernya.

Menurutnya, untuk mendapatkan sertifikat SVLK, persyaratannya mudah karena dokumen yang dibutuhkan cukup standar seperti izin usaha, NPWP, asal bahan baku kayunya, penjualannya, ketenagakerjaan dan K3. “Selama UMKM patuh terhadap regulasi, izin industri, kerajinan,” tandasnya.

Baca juga:  Program Berdayakan Desa Adat Dipayungi Regulasi Bentengi Bali dari Pengaruh Modernisasi

Selain SVLK, sertifikasi yang banyak diminta adalah International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) untuk pelaku usaha atau pabrik sawit dan bahan baku minyak dari minyak jelantah. “Karena Eropa minta minyak jelantah untuk BBM bahkan bahan bakar pesawat. Perusahaan-perusahaan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, kebanyakan minta sertifikasi program ISCC, 80 persen di kelapa sawit,” ujarnya.

Menurutnya, sertifikasi tidak hanya untuk keperluan ekspor tapi juga untuk meningkatkan nilai dari sebuah produk. Meskipun di Indonesia, tidak semua produk diwajibkan memiliki sertifikasi, namun pada beberapa tender di pemerintahan memerlukan persyaratan sertifikasi. “Sertifikasi juga sekaligus meningkatkan daya saing UMKM atau perusahaan,” imbuhnya.

Baca juga:  Selama Pandemi, Rp 161 Triliun Kredit Mikro BRI Tersalurkan ke Pertanian

Selain SVLK, Bali memiliki peluang pengembangan produk dari sampah plastik dari laut yang memerlukan sertifikasi. Banyak hal yang bisa dikembangkan, seperti kursi dari bahan olahan sampah plastik, komponen barang elektronik yang menggunakan sampah plastik, dan lainnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN