Oleh A.A Ketut Jelantik, M.Pd
Tim Pengembang Sistem Pengangkatan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah Kemendikbud Ristek, Asri Sudarmiyanti mengatakan untuk mencapai standar ideal pemerintah membutuhkan 35.831 orang pengawas sekolah. Namun saat ini baru tersedia sebanyak 16.280 orang. Dengan demikian, pemerintah masih membutuhkan sekitar 22.531 orang pengawas di seluruh Indonesia.
Disparitas antara jumlah ideal dengan ketersediaan itulah yang menyebabkan terjadinya “krisis” pengawas sekolah di Indonesia. Sebagai pendamping dan sekaligus bagian dari katalis perubahan maka peran pengawas sekolah dirasakan sangat penting dan strategis. Maka, jika krisis jumlah pengawas sekolah tidak segera diatasi dikhawatirkan akan memberikan dampak kurang baik bagi upaya transformasi pendidikan yang saat ini tengah gencar dilakukan oleh pemerintah.
Berkenaan dengan itu, pemerintah perlu segera mengambil tindakan untuk mengatasi kekurangan jumlah pengawas sekolah sekolah.Pada saat yang bersamaan, pemerintah perlu terus mengembangkan kompetensi pengawas sekolah agar lebih profesional dan kompeten.
Ikhwal kekurangan jumlah pengawas sekolah sesungguhnya telah bergulir sejak dua tahun lalu, paska terbitnya Surat Edaran Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan nomor 0584/B3/GT.03.15/2022 tanggal 2 Maret 2022 perihal peniadaan kegiatan Pendidikan dan Pelatihan ( Diklat ) Calon Pengawas Sekolah. Krisis jumlah tenaga pengawas sekolah juga terjadi di Bali. Dalam seminar Nasional yang dirangkaikan dengan Munas APSI tahun 2022 lalu, Ketua Asosiasi Pengawas Sekolah Seluruh Indonesia (APSI) Dr. Agus Sukoco telah mengingatkan bahwa Indonesia darurat jumlah pengawas sekolah.
Kondisi tersebut terjadi akibat sebagian pengawas sekolah telah memasuki pasa purna tugas atau pensiun. Dan pada saat yang bersamaan pemerintah mengeluarkan kebijakan baru terkait dengan mekanisme rekrutmen pengawas sekolah. Jika darurat jumlah pengawas tersebut tidak segera dicarikan solusi, pihaknya khawatir upaya peningkatan kualitas pendidikan akan terganggu.
Sebab menurutnya, pengawas sekolah berperan penting dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Nasional. Apa yang diungkapkan Dr. Agus Sukoco tersebut tentunya sesuai dengan kondisi empirik saat ini. Hampir di seluruh Kabupaten/Kota di Bali saat ini terjadi “krisis” jumlah pengawas sekolah. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus memburuk dalam beberapa tahun ke depan sejalan dengan makin banyaknya pengawas sekolah yang memasuki purna tugas.
Kemendikbudristek sesungguhnya memahami kondisi riil yang terjadi. Maka ketika melakukan kunjungan kerja ke Nusa Penida-Kelungkung bebeberapa waktu lalu, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Prof. Dr. Nunuk Suryani saat berdialog dengan para guru penggerak di Kecamatan Nusa Penida mengajak para guru penggerak untuk mempersiapkan diri menjadi pengawas sekolah. Prof. Nunuk juga mengajak para guru penggerak untuk sebelum diterjunkan sebagai pengawas sekolah untuk menjadi katalis di lingkungan terdekatnya.
Sebab untuk menjadi pengawas sekolah mereka juga membutuhkan pengalaman untuk menggerakan lingkungan paling dekat. Di hadapan pejabat Bupati Kelungkung, Nunuk juga mengajak para pimpinan daerah mulai dari Gubernur hingga Bupati/Wali kota untuk mendukung reformulasi rekrutmen pengawas sekolah yang dicanangkan oleh Kemendikbudristek. Sebagaimana diketahui, Surat Edaran Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 0584 tahun 2022 mengatur bahwa mereka yang berhak untuk menduduki jabatan sebagai pengawas sekolah adalah guru-guru yang telah mengantongi sertifikat sebagai guru penggerak.
Ketentuan tersebut akhirnya menjadi penyebab krisis jumlah pengawas sekolah. Sebab, menutup celah bagi para kepala sekolah yang telah memiliki pengalaman untuk meningkatkan karier sebagai pengawas sekolah.
Pengawas sekolah adalah satu dari sekian jenis jabatan fungsional sebagaimana ketentuan perundangan yang berlaku. Lahirnya Permen PAN-RB Nomor 1 tahun 2023 tentunya memberikan implikasi yang sangat signifikan baik dalam kaitannya dengan mekanisme rekrutmen, evaluasi maupun karir para pengawas sekolah. Di tengah krisis jumlah pengawas sekolah di Indonesia yang makin menipis, lahirnya peraturan menteri tersebut diharapkan paling tidak akan membawa angin segar bagi terwujudnya transformasi pengawas sekolah. Transformasi dari sosok pengendali ke sosok pemberdaya atau penggerak. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan akan mendorong terciptanya meritokrasi jabatan pengawas sekolah.
Meritokrasi adalah sebuah sistem yang menekankan pada kelayakan seseorang untuk menduduki sebuah jabatan tertentu ( Stephen J McNamee, 2014) Meritokrasi menempatkan seseorang berhak untuk menduduki jabatan apa saja sepanjang sesuai dengan ketentuan yang mengatur karena yang bersangkutan memiliki kapasitas. Selanjutnya, Mosher (1982) menyebutkan kepemimpinan seharusnya berdasarkan merit (prestasi) bukan mengandalkan keturunan (aristokrasi) maupun berdasarkan kekayaan (plutokrasi).
Meritokrasi pengawas sekolah tentunya hanya akan bisa terlaksana dengan baik jika mekanisme rekrutmen dilakukan secara professional, transparan, dan kredibel. Oleh sebab itu reformulasi rekrutmen yang dilakukan oleh pemerintah melalui program guru penggerak selayaknya diimbangi dengan insentif kebijakan oleh pemerintah daerah.
Insentif kebijakan tersebut bisa saja dalam bentuk memprioritaskan para guru penggerak untuk menjadi pengawas sekolah. Atau jika guru penggerak dinilai minim pengalaman alias “kalah” jam terbang dalam kemampuan manajerial, setidaknya mereka diprioritaskan untuk menjadi kepala sekolah minimal untuk satu periode dan setelah itu mereka diangkat menjadi pengawas sekolah.
Penulis, Pengawas Sekolah Dikpora Bangli dan Fasilitator Sekolah Penggerak Kemendikbudristek