MANGUPURA, BALIPOST.com – Jangan menganggap remeh hobi. Dari hobi, bisa jadi ke depannya menjadi usaha yang menghasilkan uang, memberdayakan masyarakat sekitar, dan mampu menjaga kelestarian lingkungan.
Hal ini yang dialami Ni Nyoman Yenni Susanti. Ia yang awalnya gemar mengolah tanaman mangrove, berhasil membuat beragam produk yang memiliki nilai jual tinggi. Tak hanya itu, dalam berusaha, perempuan yang kerap menjadi pembicara tentang lingkungan dan ecoprint ini pun memberdayakan ibu rumah tangga (IRT) yang ada di sekitarnya untuk menambah penghasilan.
“Gak nyangka, awalnya hanya hobi, tapi ternyata bisa menghasilkan beragam produk seperti saat ini,” katanya saat diwawancarai Selasa (19/3).
Ia menuturkan dirinya sejak dulu hobi mengolah bahan-bahan yang ada di hutan mangrove, mengingat dirinya tinggal di Jimbaran, Badung, salah satu kawasan yang dekat dengan taman hutan raya (Tahura) mangrove. Perempuan yang merupakan penyuluh lingkungan ini kemudian merintis kerajinan dengan teknik ecoprint karena mengamati tren produk ramah lingkungan yang makin digandrungi.
Akhirnya di 2019, ia memulai usaha kerajinan bernama Griya Anyar Dewata beralamat di Jl. Taman Griya, Jimbaran, Kabupaten Badung dengan menuangkan teknik ecoprint di media kain dan kulit. Pewarnaan diambil dari kulit kayu pohon mangrove yang tidak terpakai, buah mangrove (lindur) yang jatuh, ketapang, dan daun mangga. Sedangkan daun dan bunga-bungaan digunakan untuk motif ecoprint.
Dari sana lah, dirinya berkenalan dengan BRI sebagai nasabah kredit. Lewat pinjaman dari BRI, Yenni pun mulai merintis usahanya.
Ia mengajak masyarakat sekitar, terutama IRT untuk proses produksinya. Lewat pemberdayaan ini, para IRT jadi punya tambahan penghasilan di waktu senggangnya. “Kami saat ini punya dua lokasi produksi, yakni di Jimbaran dan Buleleng. Di kedua lokasi itu, kami melibatkan para ibu rumah tangga. Karena di Bali ini, keseharian ibu rumah tangga cukup padat dengan berbagai ritual keagamaan, jadi harus pinter-pinter bagi waktu sehingga produksi tidak terhambat,” ungkapnya.
Seiring perjalanan waktu, usahanya meningkat dari mikro menjadi menengah. Produk yang dipasarkan pun beragam, mulai kain, baju, tas, hingga aksesoris. “Jika dihitung-hitung, produk yang kami pasarkan ada sekitar 30-40 item. Semuanya rata-rata laku dijual karena handmade dan limited (terbatas),” sebut Yenni.
Sebagai nasabah BRI, ia pun di 2022 mulai diajak berpameran. Ia rutin mengikuti Pesta Rakyat Simpedes selama dua tahun terakhir.
Pameran dinilainya bisa membantu mendongkrak penjualan, terlebih pameran yang digelar BRI disebutnya memiliki kelas tersendiri. “Event-nya bagus, terorganisir dengan baik sehingga pengunjung betah berada di lokasi pameran,” kata perempuan ramah ini.
Ia mengungkapkan dari pengalaman ikut berpameran, BRI juga menggelar acara hiburan dengan artis-artis yang digemari oleh masyarakat, sehingga lokasi pameran tak pernah sepi. Bahkan, lewat pameran, ia mengaku penjualannya meningkat hingga 20 persen dibandingkan hari biasa.
Dari pameran juga, dirinya mulai mengenal pembayaran digital atau nontunai, QRIS BRI. “Kalau pameran dengan BRI memang diwajibkan untuk menggunakan QRIS BRI. Tapi, kami tidak terbebani dengan kewajiban ini mengingat BRI juga menggelar kontes bagi para tenant. Untuk tenant yang paling banyak melakukan penjualan menggunakan QRIS BRI ada hadiahnya. Kami juga diberikan berbagai insentif sehingga berlomba-lomba untuk meningkatkan penjualan,” paparnya.
Lewat aplikasi BRImo, ia juga dapat memantau transaksi secara realtime, sehingga kekhawatiran dana tidak masuk ketika pembeli membayar dapat dicegah. “Apalagi sekarang di BRImo ada fitur merchant jadi kita bisa melihat dana sudah masuk atau belum, lebih real time dan langsung ada pemberitahuan, karena takut juga jika dananya tidak masuk.”
Usaha yang dimulai saat pandemi itu pun pemasarannya memanfaatkan platform online. Dari penjualan online, ia mampu bertahan dan berkembang seperti sekarang.
Namun, menurutnya, penjualan secara offline lebih mendominasi. Pembeli dapat melihat secara langsung dan memegang produknya langsung. “Dengan cara itu, pembeli yang awalnya tidak ingin membeli, namun dengan memegang dan melihat secara langsung, tertarik membeli,” ujarnya.
Saat ini, tak hanya memanfaatkan limbah dari hutan mangrove, ia juga menanam beragam tanaman yang bisa dimanfaatkan dalam teknik ecoprint. Ia bertekad memproduksi kerajinan dengan berkelanjutan sehingga bisa ikut menjaga alam Bali tetap lestari.
Tulang Punggung Ekonomi
UMKM sebagai penggerak ekonomi kerakyatan merupakan tulang punggung ekonomi nasional dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61 persen dan menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia. Di Bali sendiri, berdasarkan data di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, pertumbuhan UMKM setiap tahun naik 2 persen.
Di 2023 jumlahnya mencapai 442.848. Dari data tersebut, dominan merupakan usaha mikro sebanyak 387.279 unit, sedangkan usaha kecil 43.296, dan menengah sebanyak 11.273.
Terpisah, Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto mengungkapkan bahwa hingga akhir Desember 2023 portofolio kredit UMKM BRI mencapai Rp1.068,7 triliun atau tumbuh 10,7% year on year dibandingkan dengan posisi sama tahun 2022 yakni sebesar Rp965,3 triliun.
Dalam jangka waktu satu tahun tercatat BRI mengucurkan kredit baru kepada UMKM sebesar Rp103,4 triliun. Pertumbuhan ini tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM industri perbankan nasional yakni sebesar 7,9% di tahun 2023.
Apabila dibandingkan dengan total portfolio kredit BRI, kredit UMKM BRI proporsinya mencapai 84,4%. Porsi kredit UMKM di BRI akan terus ditingkatkan hingga mencapai 85% di 2025 sebagai upaya untuk mencapai visi The Most Valuable Banking Group in South East Asia and Champion of Financial Inclusion. (Diah Dewi/balipost)