DENPASAR, BALIPOST.com – Proyek multiyears di Bali diharapkan terus berlanjut meskipun beberapa proyek masih menunggu perkembangan selanjutnya seperti Pusat Kebudayaan Bali (PKB), dan jalan tol Jagat Kerthi. Karena proyek strategis ini dinilai mempunyai daya ungkit cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Bali ke depan.
Deputi Kepala KPw BI, Bali IGA Diah Utari mengatakan, dampak proyek tersebut dinilai cukup besar karena proyek strategis itu bisa menjadi daya ungkit pertumbuhan ekonomi seperti tol Jagat Kerthi, PKB, dan KEK Sanur. Diakui, ia belum menghitung dampak proyek tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi Bali.
Namun, jika melihat KEK Sanur yang sudah mulai beroperasi dengan berbagai fasilitasnya, seperti convention center dan hotel, maka akan menambah fasilitas pariwisata di Bali. “KEK Sanur yang sudah mulai beroperasi akan semakin banyak supply kamar yang tersedia untuk bisa menampung target wisatawan yang akan datang ke Bali,” ujarnya.
Tahun ini saja wisatawan yang ke Bali ditargetkan 7,5 juta. Target ini menurutnya perlu didukung akomodasi yang memadai. Dengan adanya supply akomodasi yang memadai maka akan menambah jumlah wisatawan dan menambah jumlah aktivitas perekonomian yang nantinya akan meningkatkan perekonomian Bali.
Proyek tol jagat kerthi jika terealisasi, menurut Diah Utari, akan meningkatkan efisiensi distribusi dan akan memberi spill over effect yang tinggi terhadap produktivitas dan juga efisiensi perekonomian Bali. “Karena perjalanan untuk distribusi dari Gilimanuk ke Mengwi yang biasanya 3 jam bisa dipersingkat menjadi 2 jam atau 2,5 jam sehingga akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas dari Bali,“ jelasnya.
Bercermin dari kondisi investasi triwulan IV 2023, yang mana investasi tumbuh tinggi yaitu 6,48%, namun masih berpusat pada investasi di bidang akomodasi, maka dengan adanya Pusat Investasi Kerthi Bali Sadana (PIKBS) dan Bali Kerthi Development Fund (BKDF) diharapkan dapat meningkatkan investasi non pariwisata ke Bali. Investasi baik PMA dan PMDN yang masuk ke Bali sebagian besar atau 97% masuk ke sektor tersier yaitu sektor yang bergerak di bidang jasa, terbanyak investasi di hotel dan semua yang terkait dengan akomodasi pariwisata.
Minimnya investasi di sektor non pariwisata terutama pertanian menurutnya karena kurangnya promosi di bidang tersebut. Selama ini, Bali telah dikenal dengan daerah pariwisata sehingga hal ini otomatis menjadi promosi untuk investasi pariwisata di Bali.
Meski demikian, kondisi ini memberi ruang cukup besar bagi investasi di sektor primer seperti pertanian, perikanan, sektor sekunder sesuai peta jalan ekonomi Bali yaitu membangun industri branding Bali, masih membuka ruang juga untuk investasi, khususnya di industri manufaktur berskala kecil dan menengah.
Memang investasi PMA (Penanaman Modal Asing) meningkat pada 2023 dibandingkan dengan tahun setelah pandemi namun nampaknya belum kembali ke besaran investasi sebelum pandemi. Sedangkan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) besarannya sudah mendekati sebelum pandemi 2019.
Kepala KPw BI Bali Erwin Soeriadimadja menambahkan, investasi memang punya daya dorong yang besar. Investasi bisa memperkuat sektor yang sudah ada seperti sektor jasa yaitu hotel, restoran, RS dan juga kehadiran Penanaman Modal Asing (PMA) mendorong sektor tersier yang akan berimplikasi pada penambahan lapangan pekerjaan. Sehingga akan lebih mempunyai daya ungkit lagi terhadap perekonomian di masyarakat.
Dengan demikian target pertumbuhan ekonomi Bali selain dengan sektor pariwisata, pertanian, perikanan dan hortikultura, merupakan sektor yang diperkirakan mampu memelihara pertumbuhan ekonomi Bali dari 5-5,8 persen. (Citta Maya/balipost)